Hidayatullah.com– Beredar surat protes Universitas Islam Indonesia (UII) terhadap pembubaran diskusi ilmiah di Kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Ditandatangani langsung oleh Rektor UII, Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D, surat protes itu beredar di grup-grup WA.
Menurut Fathul, telah terjadi “pembunuhan” demokrasi berupa tindakan intimidasi yang dilakukan oleh oknum tertentu kepada panitia penyelenggara dan narasumber.
Diskusi itu berjudul “Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan”. Judul tersebut, tegas Fathul, murni aktivitas ilmiah yang jauh dari tuduhan makar sebagaimana disampaikan oleh oknum melalui media massa (daring) atau media sosial. Tema pemberhentian presiden dari jabatannya merupakan isu konstitusional yang diatur dalam Pasal 7A dan Pasal 7B UUD NRI Tahun 1945, yang lazim disampaikan kepada mahasiswa dalam mata kuliah Hukum Konstitusi.
Tindakan intimidasi itu, lanjut Fathul, sungguh tidak dapat dibenarkan baik secara hukum maupun akal sehat. Bagaimana mungkin diskusi belum dilaksanakan dan materi belum pula dipaparkan, penghakiman sudah diberikan.
Fathul menilai tindakan dimaksud bukan hanya tidak proporsional, melainkan juga mengancam kebebasan berpendapat yang dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945.
Diskusi diselenggarakan oleh Constitutional Law Society (CLS), Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) pada 29 Mei 2020. Bertindak sebagai narasumber adalah Prof. Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum., Guru Besar Hukum Tata Negara dari UII. Acara ini dikabarkan batal digelar.
Tiba-tiba salah seorang pengajar Fakultas Teknik Sekolah Pascasarjana UGM, Bagas Pujilaksono Widyakanigara menyatakan adanya dugaan gerakan makar FH UGM di tengah pandemi Covid-19.
“Ada gerakan makar yang sedang dibangun di Yogjakarta lewat acara seminar yang temanya WACANA PEMECATAN PRESIDEN DI TENGAH PANDEMI COVID-19,” kata Bagas dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/05/2020).
Lebih lanjut, hal ini dinilai mencoreng nama kampus UGM karena ditampilkan di website kampus.
“Inikah demokrasi, di saat bangsanya sibuk bergotong royong mengatasi pandemi Covid-19, kelompok sampah ini justru malah mewacanakan pemecatan Presiden,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Ia menyebut, hal ini jelas merupakan dugaan makar. Selain itu, menurutnya presiden saat ini sudah terbuka perihal data Covid-19 termasuk penggunaan anggaran dan penanganan dampak ekonomi sosial akibat pandemi.
“Apa yang salah dengan Presiden? Apakah Presiden mengkhianati UUD 1945, NKRI dan Pancasila dalam mengatasi pandemi Covid-19 di tanah air? Tabu berwacana Pemecatan Presiden pada kondisi pandemi saat ini. Lebih-lebih, kelompok sampah ini hanya bermodal mulut besar, tidak melakukan apa-apa kecuali menyebar kebencian dan membuat kegaduhan politik di masyarakat,” kata Bagas, dikutip dari Suarayogya.id (29/05/2020).*