Hidayatullah.com– Santri asal Madura, Jawa Timur, Moh Irfan Bahri, mendapatkan penghargaan dari kepolisian setelah aksi Irfan membela diri dan temannya dari aksi pembegalan di Bekas, Jawa Barat, baru-baru ini.
Saat itu, Irfan sedang menikmati liburan di Bekasi. Indahnya pemandangan malam malah berujung aksi pembegalan. Bukannya pasrah. Irfan malah membela diri. Ia pun melawan balik hingga menewaskan pelaku pembegalan tersebut.
Pria berusia 19 tahun itu mengaku membela diri. “Soalnya kalau enggak ngelawan itu bisa saya yang mati. Ya saya bela diri terpaksa. Karena itu merenggut kematian, kan,” ujarnya usai menerima penghargaan di Mapolres Bekasi Kota, Kamis (31/05/2018) kutip liputan6.com.
Irfan sempat khawatir kasusnya itu berujung pada ketidakadilan. Dia pasrah menyerahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian. Tentu pada akhirnya dia takjub. Tidak hanya karena aksinya dibenarkan hukum, tapi juga lantaran disebut sebagai inspirasi bagi polisi Bekasi.
“Berkat doa ibu, bapak, sama guru di pondok, semuanya, dan dukungan semuanya akhirnya bisa beres sampai selesai. Bersyukur bisa dapat penghargaan dari Pak Polisi,” tutur dia.
Santri ngabdi Pondok Pesantren Darul Ulum, Bandungan, Pakong, Pamekasan, Madura itu sedikit mengulas kembali aksi heroiknya pada Rabu, 23 Mei 2018 malam lalu. Pukul 22.00 WIB, dia bersama sepupunya Rofiki tengah santai menyeruput kopi di Alun-Alun Kota Bekasi usai shalat tarawih.
Masuk tengah malam dan berpisah dengan teman-teman lainnya, mereka berdua bermaksud menikmati gemerlap lampu Kota Bekasi melalui Flyover Summarecon yang terkenal artistik. Tidak lupa juga keduanya berswafoto.
“Kurang lebih 15 menit, datang dua orang bawa (sepeda) motor Beat tiba-tiba ngeluarin celuritnya, nodongin. Mana HP kamu katanya, sambil menodongkan celuritnya itu,” ujar Irfan.
Peristiwa itu seketika merusak kenyamanan keduanya. Rofiki memilih pasrah dan memberikan ponsel kepada pelaku atas nama Aric Saipulloh. Meski begitu, todongan celurit tidak berhenti. Tanpa pikir panjang, Irfan yang menjadi sasaran selanjutnya langsung disabet dengan senjata tajam itu.
“Kok luka. Terus dia bacok (saya) lagi, saya tangkis. Saya tendang kakinya, jatohin ke bawah. Setelah dia jatuh, celuritnya masih mengenai saya. Jatuhnya ke pipi sama tangan saya. Terus saya rebut celurit dari tangannya pakai tangan kanan saya. Saya bacok dia,” beber pemuda asli Madura itu.
Kurang lebih tiga sampai empat sabetan celurit dilayangkan Irfan ke pelaku. Sadar mendapat perlawanan keras, gantian pelaku begal itu meminta ampun sambil mengembalikan ponsel milik Rofiki. Kemudian kedua pelaku langsung melarikan diri.
Irfan dan Rofiki lantas menyambangi klinik terdekat dan disusul membuat laporan ke Polres Metro Bekasi Kota. Sementara dua pelaku diketahui menuju RS Anna Medika Bekasi Utara. Namun, nyawa Aric tidak tertolong karena mengalami pendarahan.
Gemar Beladiri
Dalam kesehariannya, Irfan mengaku memang belajar ilmu beladiri selama nyantri. Hampir dua tahun lamanya dia menggeluti seni bertarung Jokotole Naga Putih. Tidak disangka, ilmunya itu terpakai saat mengisi waktu liburan 10 hari di Bekasi yang akhirnya sedikit diperpanjang sebab kasus tersebut.
“Iya (mau pulang). Saya sama ibu di Madura itu suruh cepat pulang. Karena keadaan di sana sudah khawatir dan nanti mau pamit sama Pak Polisi di sini mau pulang ke kampung, balik ke pondok,” ujar dia.
Kini Irfan hanya bermaksud untuk kembali mengabdi di pondok pesantrennya. Dia belum banyak berpikir soal melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan atau bekerja. Soal menjadi polisi, keinginan itu mulai terlintas di benaknya, meski masih belum sekuat niatan nyantri.
Menurut Kapolres Metro Bekasi Kombes Indarto, dari awal penyidik belum menetapkan Irfan sebagai tersangka kasus tewasnya begal di Flyover Summarecon Bekasi. Sesuai Pasal 49 ayat 1 KUHP, tindakan bela paksa dibenarkan dan tidak dapat dipidana.
“Enggak bebas, memang. Karena memang enggak pernah jadi tersangka. Jadi kasusnya enggak bisa dipidanakan. Tidak ada perbuatan melawan hukum. Jadi perbuatan mereka berdua masuk kategori bela paksa. Jadi mereka dibenarkan di depan hukum,” terang Indarto.
Penghargaan yang diberikan pihak kepolisian kepada Irfan dan Rofiki merupakan apresiasi atas sikap keberanian dan kemampuan melawan kejahatan. Hanya saja, tetap ada pesan ke masyarakat agar bijaksana saat bermaksud membela diri. Jika kekuatan dinilai tidak seimbang, menyerah demi menghindari hal yang tidak diinginkan dapat menjadi prioritas.
“Ini bukan hanya menginspirasi masyarakat Bekasi, tapi juga menginspirasi polisi agar kita mampu melawan kejahatan,” Indarto menandaskan.*