Hidayatullah.com—Kepolisian diminta menjalankan tugasnya mengusut tuntas secara hukum dan membongkar aktor intelektual perihal kasus penusukan oleh orang tak dikenal kepada Syekh Ali Jaber di Lampung. Polisi diharapkan tidak serta merta dengan gampang menyimpulkan bahwa si tersangka pelaku mengidap gangguan jiwa atau orang gila.
Advokat dari Presidium Aliansi Pendukung Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (AP KAMI) mengingatkan upaya penyerangan dan percobaan terutama kepada para ustadz dan ulama perna marak terjadi. Anehnya, mayoritas para tersangka penyerangan dan pembunuhan tersebut, dengan alasan tidak waras (gila) justeru terbebas dari jeratan hukum, sebelum diajukan proses peradilan (due process of law).
Adovakat Presidium AP KAMI Djudju Purwantoro meminta penyidik seyogiyanya dalam menjalankan peran dan tugasnya, wajib menerapkan dan menegakkan prinsip-prinsip (fairness and profesional of legal principles).
“Polisi diharapkan tidak serta merta dengan gampang menyimpulkan bahwa si tersangka pelaku mengidap sakit gila. Kalaupun diduga sakit gila, kenapa para pelaku penyerang selama ini bisa memilih korbannya yaitu para ustadz atau tokoh ulama,” ujarnya dalam pernyataan tertulisnya diterima hidayatullah.com, Senin pagi (14/9/2020)
Proses penyelidikan dan penyidikan, melalui proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP), harus melibatkan pendapat Ahli hukum yang (independen, profesional). Perihal alasan pemaaf (karena gila) yang sering disimpulkan polisi kepada tersangka dalam proses penyelidikan atau penyidikan, seyogiyanya jadi kewenangan hakim.
“Hakimlah yang memiliki kewenangan menyimpulkan dan memutuskan seorang terdakwa sebagai (alasan pemaaf) apakah secara alasan medis memang gila. Jika memang terbukti terdakwa mengidap gila, maka hanya Hakim yang bisa memutuskan dibebaskan dari segala tuntutan pidana (ontslag van alle rechtsvervolgin),” tambah Djudju.
Presidium AP KAMI meminta delik pidana dan kriminalisasi oleh pihak ekstrim terhadap ulama dan agama Islam selama ini, patut dikecam dan diproses hukum. Kepada pihak Polri supaya mengusut tuntas secara hukum, membongkar aktor intelektual dan segera menyeret pelakunya ke meja hijau.*