Hidayatullah.com- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mendesak dicabutnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga Menteri yang mengatur soal seragam sekolah karena telah memicu kegaduhan nasional.
“Sikap reaktif yang tidak perlu dan terkesan lebay, karena ini sebenarnya masalah lokal yang mudah diselesaikan oleh pemda sendiri, kenapa sampai harus dibuatkan SKB,” kritiknya di Semarang, Jawa Tengah, Senin (08/02/2021) dalam pernyataan tertulisnya diterima hidayatullah.com.
Fikri khawatir, SKB 3 menteri tersebut malah akan memicu konflik antara pusat-daerah. “SKB berpotensi merusak pembagian kewenangan antara pusat dan daerah yang sudah diatur dalam UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata politisi PKS ini.
Menurut Fikri, sektor pendidikan adalah salah satu kewenangan pemerintah yang konkuren, yakni urusan pemerintah yang dibagi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. “Perguruan tinggi menjadi kewenangan pemerintah pusat, SMA/K dan pendidikan khusus kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan tingkat SMP hingga ke bawah merupakan kewenangan pemerintah kabupaten/kota,” urainya.
Baca: PP Aisyiyah: Pemerintah Harus Melindungi Hak Siswa Beragama Lewat Peraturan yang Bijaksana
Sebelumnya, disebutkan SKB yang terbit dengan Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 itu mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. SKB ini muncul sebagai respons atas kasus aturan seragam di SMKN 2 Kota Padang yang merupakan bagian beleid dalam intruksi Wali Kota Padang sejak tahun 2005.
“Aturannya sudah lama, dan sudah menjadi bagian dari kearifan lokal warga Padang yang menjunjung tinggi budaya setempat,” imbuh Fikri.
Generalisasi kasus ini menjadi kegentingan nasional adalah bukti, katanya bahwa pemerintah sedang krisis prioritas, kalau tidak mau dibilang kurang kerjaan. Ia menilai generalisasi kasus lokal itu lebay.
“Faktanya, sudah ada Permendikbud No. 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam, kenapa ini tidak disosialisasikan ulang?” tanya Fikri.
Fikri menilai, alih-alih menjaga hak kebebasan memilih seragam bagi peserta didik, SKB terkait atribut agama ini justru menyimpang dari nilai-nilai Pancasila yang sudah disepakati pendiri bangsa. “Melarang ketentuan yang diwajibkan oleh agama juga bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.
Mendikbud, lanjut Fikri mestinya menginventarisir permasalahan pendidikan yang menggunung. Permasalahan guru masih belum selesai. Tuntutan ribuan guru dan tenaga kependidikan soal status, kesejahteraan, dan jaminan sosialnya masih terus menghiasi halaman berita. Situasi pandemi yang kian tidak terkendali berdampak “learning loss” pada anak-anak kita. Dana BOS bagi sekolah yang kabarnya masih ramai disunat oknum pemda. Hingga soal ruang kelas yang rusak angkanya mencapai 1,3 juta ruang kelas menurut temuan DPR. “Beberapa persoalan tersebut lebih butuh dibuat SKB, karena menyangkut kewenangan lintas kementerian,” tegas Fikri.*