Hidayatullah.com | KERJA keras adalah karakter yang tidak bisa dipisahkan dari Hidayatullah. Inilah salah satu sebab kenapa lembaga ini bisa berkembang pesat.
Bicara tentang kerja fisik, Abdullah Said itu bukan main. Dia terbiasa terjun langsung bersama para kader semisal melakukan kerja bakti bahkan sampai tengah malam.
Para pendiri dan perintis merasakan hal ini amat berat. Kerja bakti berlangsung sampai malam, sehingga mereka hanya bisa rehat beberapa saat, sebab harus segera menunaikan shalat lail. Itulah sebabnya tak sedikit orang yang tidak tahan. Kerja keras terus-menerus seolah tidak ada waktu untuk istirahat.
Menurut Aida Chered, istri KH Abdullah Said, sang suami memang tidak kenal istilah berleha-leha. Seluruh waktu digunakan untuk kebaikan dan kerja keras. Ini demi mengamalkan Surat Al-Insyirah, setelah selesai mengerjakan sesuatu, maka segeralah mengerjakan yang lain.
“Kerja itu jangan ditunda, sebab hidup tak mengenal siaran tunda. Bumi terus berputar. Nafas terus berhembus. Siapa yang tidak cepat maka akan menyesal di kemudian hari,” demikian nasihat yang sering disampaikan kepada keluarganya.
Kerja keras juga tergambar dari proses penugasan para kader ke berbagai daerah. Tidak ada bekal memadai, tempat tujuan juga tidak jelas. Ini berbeda misalnya dengan karyawan perusahaan yang pindah tugas, maka akan dibekali dengan berbagai hal secara memadai.
Para kader yang ditugaskan itu, sekadar untuk menjaga eksistensi diri dan keluarganya saja tidak mudah. Apalagi ada amanah untuk berdakwah, menyantuni anak yatim dan fakir miskin, serta membuka pesantren.
Meskipun demikian, para kader yakin dan berangkat dengan bekal Bismillah. Ada keyakinan yang dilandasi dengan doa dan ketaatan kepada pimpinan. Ada keyakinan bahwa masih ada doa yang diterima, juga masih ada kepedulian sesama kader.
Biidznillah, para kader mampu menunaikan amanah pimpinan dengan penuh semangat dan kecintaan. Mereka semua cinta kepada Abdullah Said, cinta amanah yang ditugaskan, dan akhirnya cinta kepada perjuangan. Kerja keras itu dirasakan sebagai aktivitas yang membahagiakan.
Ikhlas
Menurut Hasyim HS, Hidayatullah bisa berkembang pesat dan bertahan hingga sekarang salah satunya karena ketulusan KH Abdullah Said dan para kadernya. Itulah yang mampu mengundang pertolongan Allah SWT.
Para pendiri dan perintis dulu hampir-hampir tidak bisa melihat bayangan yang cerah di masa depan. Tetapi karena tulus, taat, yakin, maka pekerjaan apapun yang diamanahkan insya’ Allah akan berhasil.
Para kader tidak mengharapkan apa-apa dari manusia. Yang ada adalah berjuang dan terus berjuang.
Kata Abdullah Said, “Jika kita berharap pada manusia, maka akan kecewa. Namun jika berharap kepada Tuhan, maka tidak akan pernah kecewa. Ini adalah suatu sikap yang harus menjadi keyakinan kita semua.”
Masa perintisan Gunung Tembak, para kader siang malam selalu sibuk. Tidak ada yang terbayang dalam benaknya selain ketulusan melaksanakan perintah pimpinan demi perjuangan dakwah.
Keikhlasan itu selalu dibarengi dengan semangat. Ikhlas tidak diartikan seadanya saja. Tidak ada istilah “yang penting ikhlas” tapi ikhtiarnya setengah-setengah.
Ikhlas sekaligus bersemangat menyala-nyala. Seluruh aktivitasnya selalu penuh semangat dan bergairah. Tidak ada istilah loyo.
Semangat itu terus berkobar sejak bangun tidur sampai menjelang tidur lagi. Maju terus pantang mundur. Jika Abdullah Said memerintahkan sesuatu, maka pasti akan dilaksanakan semaksimal mungkin. Termasuk ketika mendadak harus ceramah menggantikannya.
Meski belum memiliki bekal yang memadai, para kader berusaha keras untuk menunaikan tugas. Kata Abdullah Said, jika tulus dan selalu berdoa kepada Allah SWT, maka akan selalu ada kemudahan.
Seringkali tugas yang diemban awalnya terasa berat dan seolah tidak mampu dilaksanakan. Namun dengan suntikan semangat dan optimisme, disertai niat yang ikhlas semata karena Allah SWT, maka akhirnya Allah memberi jalan.
Ketika suatu saat para kader mendapat amanah yang lebih berat pun, semangat itu tetap bersemayam sepenuh hati. Meski mungkin saat itu para kader belum mampu menjalankan tugas dengan baik, namun semangat dan ketaatan lebih dominan sehingga tugas-tugas terus berjalan.
Jika ada kader Hidayatullah yang mengatakan belum mampu, maka Abdullah Said memotivasi, “Kita memang belum berkemampuan, tapi Allah serba mau dan mampu. Dengan tengadah tangan kita, dengan rukuk dan sujud kita, dengan bangun malam kita, maka kita menjadi yakin di medan tugas.”
KH Abdullah Said kerap menyitir ayat: “Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah…” (QS: Al-Baqarah [2]: 30).
“Tugas sebagai khalifah itu membuat Abdullah Said terus berkiprah. Beliau adalah seorang aktivis yang tidak pernah berhenti bergerak,” kata Nazir Hasan.
Sekarang Hidayatullah telah berkembang di seluruh Indonesia, dan akan terus dikembangkan. Ini adalah pengejawantahan komitmen dakwah Abdullah Said, para pendiri, serta perintis Hidayatullah.
Abdullah Said telah meletakkan pondasi bagi pijakan generasi selanjutnya. Semua pihak berharap agar pondasi kaderisasi itu terus berjalan. Dengan demikian, para pendiri, perintis, serta generasi penerus bisa berbagi peran yang pas.
Para pendiri dan perintis bisa menjadi murabbi yang akan lebih banyak berdoa dan membimbing. Sementara medan lapangannya diisi anak-anak muda yang lebih pintar dan lebih canggih sesuai perkembangan zamannya.
Para pendiri dan perintis bisa seperti Syaikh Aaq Syamsuddin yang berada di balik layar sukses Muhammad Al-Fatih. Meski di balik layar, namun perannya luar biasa.* (tamat) pambudi