Hidayatullah.com– Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Tohir, mengakui bahwa umat Islam khususnya di Indonesia masih kalah dan tertinggal dalam bidang ekonomi. Di balik pengakuan itu, Erick memberikan tiga strategi untuk menyeimbangkan dan mengejar ketertingalan ekonomi umat.
Ketiga strategi itu, bisa disingkat dalam tiga kata kunci yaitu Muslim, Pesantren, dan UMKM.
Strategi pertama, jelas Erick, yaitu Muslim berkarya. Maksudnya, umat Muslim harus bisa berdaya saing dalam berkarya. Sebab, selama ini umat Islam masih kalah di bidang ekonomi.
“Muslim berkarya, yang selama ini mohon maaf kalah,’” ujarnya dalam Rapat Pleno Kongres Ekonomi Umat II Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Hotel Sultan, Jakarta pekan kemarin (11/12/2021).
Strategi kedua, tambah Erick, yaitu melibatkan pesantren sebagai mercusuar peradaban. Terkait ini, ia menceritakan, saat beberapa kali turun ke pondok pesantren bersama Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, Erick melihat Pondok pesantren Al-Ittifaq di Ciwidey, Bandung, Jawa Barat, yang mandiri secara ekonomi.
Erick melihat bahwa Pesantren Al-Ittiqaf membangun pertanian agroponik yang melibatkan penduduk sekitar.
“Saya beberapa kali bersama Pak Sekjen, melihat salah satunya di Ciwedey, Ponpes Al-Ittifaq. Pesantren tersebut membangun pertanian, berdasarkan agroponik melibatkan penduduk sekitarnya dan Alhamdulillah yang diproduksi dan dijual ke market, ke pasaran itu selalu kurang,” tuturnya
Pesantren itu, jelasnya, sampai menjalin kerja sama dengan pesantren lainnya di Jawa Barat bahkan sampai di Lampung.
Inilah, kata sang menteri, alasan mengapa pihaknya terus mendorong terwujudnya ekosistem seperti yang berlangsung di Ponpes Al-Ittifaq.
“Inilah contoh kita harus kembalikan pesantren ini tidak hanya sebagai pusat pendidikan dan pembangunan akhlak, tetapi bagaimana pesantren bisa hidup bersama,” ujarnya berpesan.
Strategi ketiga Erick, yaitu membangun infrastruktur untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Di sinilah, Menteri Erick mendorong BUMN harus berpihak dan mengintervensi UMKM dengan cara membangun infrastruktur.
Selain itu, ia pun menyebut bahwa financial syariah juga harus dikembangkan.
“BUMN harus berpihak, harus bisa mengintervensi, seperti yang telah disampaikan, kita membangun dan berpihak kepada UMKM. Ini ekonomi umat salah satunya, financial syariah menjadi salah satu pilihan yang harus dikembangkan,’’ kata dia.
Sementara itu, Wasekjen MUI Bidang Pengembangan Ekonomi Umat, Azrul Tanjung, menyampaikan tujuan Kongres Ekonomi Umat II yaitu arus baru ekonomi Indonesia berfokus pada redistribusi lahan dan pendanaan usaha mikro ultra mikro.
Arus baru ekonomi merupakan tujuan utama dari Kongres Ekonomi Umat I 2017 dan dipertegas pada Kongres Ekonomi Umat II yang berlangsung mulai Jumat (10/12/2021) sampai Ahad (12/12/2021).
“Arus baru ekonomi umat bertujuan meningkatkan ekonomi dan mengambil hak-hak umat sebagaimana arahan dari Ketum MUI Ketujuh KH. Maruf Amin,” ujar Azrul, saat memberikan materi dalam Kongres Ekonomi Umat II, Jumat (10/12/2021) di Hotel Sultan, Jakarta dalam keterangan MUI.
Dia mengungkapkan, fokus arus baru ekonomi itu sejalan dengan hasil diskusi antara Ketua Dewan Pertimbangan MUI, KH Ma’ruf Amin, dan Presiden RI, Joko Widodo.
“Pak Jokowi meminta kemitraan pada Arus Baru Ekonomi Indonesia. Dua hal yang disejui adalah redistribusi aset dan kedua tentang pembiayaan ultra mikro,” ujarnya.
Menurut Azrul, dua hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk memaksimalkan kekuatan ekonomi umat. Arus baru ekonomi umat harus terus diperjuangkan dengan tujuan untuk kebangkitan umat.
Dia menyampaikan, ajaran agama Islam mengajarkan pentingnya umat Islam membangkitkan ekonomi dengan jalan berbisnis. Kalau bisa, bisnis menjadi budaya umat Islam. Banyak perintah agama baik di Al-Qur’an maupun Hadits yang menekankan umat Islam untuk berbisnis dalam arti yang cukup luas.
Khusus terkait pembangunan usaha mikro dan ultra mikro, Azrul menambahkan, perlu adanya sentuhan kearifan lokal di dalamnya. Kearifan lokal itulah yang menurutnya dapat memberikan nilai tambah pada berbagai komoditi unggulan Indonesia.
“Negara kita punya banyak keunggulan komparatif. Itu yang kita sebut sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal bisa kita manfaatkan misalnya di dalam kopi dan budaya,” kata dia.*