Hidayatullah.com—Rumah ibadah milik Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Sintang Kalimantan Barat tetap difungsikan sebagai masjid untuk seluruh umat Islam. Himbauan ini disampaikan Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag Wawan Djunaidi mengimbau agar
“Rumah ibadah JAI yang sudah berdiri di Sintang agar dapat tetap difungsikan sebagai masjid yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh umat muslim. Jika akan dimanfaatkan untuk fungsi yang lain, harus melalui musyawarah dengan jemaat Ahmadiyah sebagai pemilik lahan dan bangunan,” ujar Wawan Djunaidi dalam keterang tertulis, Ahad (30/1/2022).
Wawan juga meminta seluruh kepala daerah kabupaten/kota untuk memfasilitasi umat beragama yang mengusulkan penggunaan tempat ibadah sementara karena belum memenuhi syarat untuk mendirikan rumah ibadah. Dia menyampaikan, dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 disebutkan, pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan khusus.
Persyaratan khusus tersebut antara lain, terdapat 90 jiwa calon pengguna rumah ibadah. Jika persyaratan khusus tersebut belum terpenuhi, pihak-pihak yang ingin mendirikan rumah ibadah dapat mengajukan izin penggunaan tempat ibadah sementara kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.
“Hendaknya pemerintah daerah memastikan agar hak-hak konstitusi warga negara terpenuhi, khususnya untuk dapat melakukan ibadah secara kolektif di rumah ibadah atau tempat ibadah sementara,” tuturnya.
Wawan juga mengajak umat Islam agar dapat menerima anggota JAI untuk beribadah bersama-sama di masjid atau musala. Anggota JAI juga dia imbau untuk beribadah secara bersama-sama dengan umat muslim lainnya, di masjid mana pun.
“Sudah seharusnya, seluruh umat beragama dapat hidup bersama-sama dengan penganut seagama yang berbeda paham atau penganut agama lain dengan toleran, rukun, dan saling menghargai,” katanya.
Sebelumnya, pada 3 September 2021, kelompok atas nama Aliansi Umat Islam (AUI) Sintang menyambangi rumah ibadah JAI yang diberi nama Miftahul Huda tersebut dan melakukan pengrusakan. Majelis Hakim PN Pontianak telah menjatuhkan vonis 4 bulan 15 hari penjara untuk 21 pelaku pengrusakan.
Sementara, pada 7 Januari 2022 lalu, Pemerintah Kabupaten Sintang yang mengeluarkan Surat Peringatan (SP) 3 agar warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Sintang membongkar rumah ibadah milik mereka. Ahmadiyah sendiri telah difatwa sesat dan menyesatkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Fatwa MUI NO 11/Munas VII/ MUI15/ 2005 tentang Aliran Ahmadiyah yang ditetapkan dalam Munas VII MUI 2005.
Salah satu rekomendasi dari fatwa tersebut adalah pemerintah berkewajiban untuk melarang penyebaran faham Ahmadiyah di seluruh Indonesia dan membekukan organisasi serta menutup semua tempat kegiatannya.*