Hidayatullah.com– Kota Balikpapan yang dikenal berjuluk berjuluk “Madinatul Iman” dan kota nyaman kini sedikit terusik sedang hadirnya pendatang asing.
Menurut Sekretaris Umum MUI Kota Balikpan, Drs. HM. Jaelani, kota yang tahun 2011 mendapatkan penghargaan dari Menteri Agama sebagai kota yang paling kondusif dalam segi kerukunan beragama mendadak jadi perbincangan setelah hadirnya imigran asal Afghanistan.
“Alhamdulillah sekarang ini perbedaan-perbedaan makin menyempit. Khususnya di Balikpapan ini sudah kondusif. Toleransi di dalam agama sendiri itu sudah bagus sekali. Tapi, kalau toleransi antar agama ya tetap kita batasi,” tandas Jumat, (12/12/2014) kemarin.
Menurutnya, sejak 1 Juli 2014, di mana Australia menutup pintu bagi para pencari suaka, Indonesia menjadi sasaran yang empuk para pendatang asing. Menurut catatan, hingga saat ini sudah ada sekira 300 imigran syiah di kota industri ini.
Meski demikian, keberadaan para penganut syiah di Kota Balikpapan sudah sejak lama tercium.
HM. Jaelani, selaku pengurus MUI kepada JITU menyatakan kelompok Syiah sudah mulai berani terang-terangan sejak tahun 2000-an.
“Kalau terdengar sudah lama, tapi untuk menyatakan bahwa diri bahwa mereka syiah, itu mereka gak akan ngaku. Mereka taqiyyah (berdusta dan menutupi diri,red) itu,” tutur Jaelani.
Hal senada dibenarkan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Balikpapan, KH. Mohamad Anas Muchtar. Menurut Kiai Anas, keberadaan mereka sudah diketahui saat pihaknya mengadakan pertemuan dengan DKM Masjid Shohibus Salim dengan pihak Kementerian Agama.
Masjid Shohibus Salim ini memang dikenal oleh kalangan umat Islam Balikpapan sebagi masjid yang kerap mengadakan pengajian syiah.
“Beberapa tahun lalu kita mengadakan pertemuan dengan mereka di Masjid Sohibus Salim. Itu salah satu dari pengurusnya pernah mengakui. ‘masjid tempat saya memang ada sekretariatnya’,” ujar Kiai Anas.
“Saya (Kiai Anas) berkata, berarti Anda melindungi syiah itu. Dengan adanya syiah, mengakui bahwa di situ ada syiah,” tambah tokoh yang pernah mondok di Pondok pesantren Darul Ulum, Jombang ini.
Jadi, dari situlah Kiai Anas yakin bahwa Syiah memang sudah ada di Balikpapan tetapi sangat kecil sekali dan belum berani menampakkan diri.
Kiai Anas juga mengaku bahwa dirinya agak kerepotan menghadapi gerakan Syiah di Balikpapan. Pasalnya, mereka yang menjadi tokoh Syiah di Kota Minyak ini dulunya merupakan ‘teman-teman seperjuangan’ yang bertaqiyah.
“Kita ini repotnya bagaimana ya. Dari teman-teman semua yang dulu sama-sama perjuangannya, pahamnya juga sama asalnya, terus tahu-tahu kok dia menurut kabar sudah condong dengan syiah,” tuturnya.
Dari penelusuran JITU di situs berita-berita Syiah, kelompok ini beberapakali telah mengadakan acara ritual Asyura di Balikpapan.
Bahkan, mereka mengadakan acara “Dialog Antar Mazhab” bertajuk “Merajut Ukhuwah Islamiyah dan Meretas Program Umat yang diselenggarakan oleh Yayasan Anzal Al-Ishlah Balikpapan pada 24 Mei 2014.
Dalam acara tersebut, yayasan yang diduga memayungi kelompok syiah itu mengeluarkan sejumlah tuntutan. Mulai dari tuntutan bahwa Syiah adalah salah satu agama dalam mazhab Islam, mengecam peredaran buku MUI Pusat berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia”. Bahkan, mereka juga menuntut penulisnya dimejahijaukan.
Tuntutan yang terbilang berani itu, ditanggapi santai oleh Kiai Anas.
“Itu yang deklarasi bukan dari syiah (secara tegas, red) tapi atas nama Yayasan Anzal, itu pun bukan deklarasi tapi ada pertemuan biasa yang pertemuannya itu membuat beberapa keputusan untuk meminta dicabut buku yang diedarkan oleh MUI Pusat. Tapi kita abaikan saja itu,” ujarnya.
Menurut pengasuh Ponpes Modern Al-Muttaqin, Gunung Guntur, acara itu sebenarnya juga dipelopori oleh salah seorang oknum pengurus MUI Kecamatan.
“Jadi, apakah mereka tidak paham atau bagaimana?” Tanya Kiai Anas.
Langkah NU
Kiai Anas sendiri menganggap bahwa Nahdlatul Ulama telah melakukan langkah-langkah preventif untuk memagari warga Nahdliyyin dari pengaruh Syiah.
Di antara caranya adalah dengan mengadakan pertemuan para tokoh di tingkat atas secara rutin, hingga memantau masjid-masjid dan musholla yang dikelola oleh warga Nahdliyyin. Terutama jika ada pihak luar yang ingin memakai rumah ibadah sebagai tempat kegiatan seperti pengajian atau semacamnya.
Beliau juga membentengi para jamaahnya dengan cara konvensional seperti dengan cara dakwah bil lisan.
“Kalau saya, saat khutbah sedikit-sedikit tetap saya masukkan, saya sampaikan juga kelompok (Syiah, red) ini di Balikpapan sudah ada itu saya sampaikan. Saya tidak langsung sebutkan namanya, tapi saya terangkan ini ada kelompok yang tidak mengakui sahabat, yang jadi khalifah pertama seharusnya Ali, dan sebagainya. Di Balikpapan itu sudah ada kelompok seperti ini,” tutur pria yang sejak tahun 1980 sudah merantau ke Balikpapan.
Beliau mewaspadai agar jangan sampai kita jamaahnya ikut terjebak dalam kelompok menyesatkan itu.
“Kita harus waspada. Kita masukkan di ceramah-ceramah, di khutbah-khutbah itu kita masukkan walau sedikit-sedikit,” ungkap beliau.*/Fajar (Jitu)