Hidayatullah.com– Ketua Eksekutif Nasional BHP Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), Chandra Purna Irawan, mengatakan, menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa merupakan bagian dari amar makruf dan nahi munkar.
“Dalam Islam, ia termasuk salah satu kewajiban seorang mukmin dalam meluruskan kebijakan para penguasa. Terlebih ketika para penguasa semakin kerap melakukan kedzaliman terhadap rakyatnya,” ujar Chandra di Malang, Jawa Timur, Sabtu (20/01/2018) dalam pernyataan tertulisnya diterima hidayatullah.com.
Ia mengatakan, bersuara lantang menyampaikan kebenaran di hadapan pengusa dzalim termasuk bentuk jihad fi sabilillah. Bahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, amalan ini dikategorikan sebagai jihad yang paling utama di dalam Islam.
“Sebaik-baik jihad ialah berkata yang benar di hadapan penguasa yang zalim atau pemimpin yang zalim (HR Abu Dawub, Tirmidzi dan Ibnu Majah),” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, dalam riwayat yang lain dari Jabir RA, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengabarkan bahwa, “Pemuka para syuhada ialah Hamzah bin Abdul Muthtalib dan seorang lelaki yang menghadap kepada penguasa yang zalim, ia menyerunya (kepada yang makruf) dan melarangnya (dari yang munkar), lantas penguasa itu membunuhnya’,” sebagaimana Hadits Riwayat Al-Hakim.
Baca: Usai Diperiksa, Ustadz Zulkifli Tak Ditahan, Dipersilakan Tetap Berdakwah
Kata Chandra, keutamaan amalan amar makruf nahi munkar tersebut karena besarnya ancaman yang terkandung di dalamnya.
“Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Hasan As-Sindi, ‘Ia merupakan jihad yang jarang sekali pelakunya selamat ketika melaksanakannya. Sedikit orang yang membenarkannya. Bahkan, semua orang menyalahkan tindakannya sejak awal, lalu menyebabkan kepada kematiannya dengan cara yang paling kejam, tanpa adanya peperangan, namun ia tetap sabar.’ (Hasyiyah As-Sindi ‘Ala Nasa’i, 7/161),” paparnya.
Itulah kata dia risiko bagi yang mengemban risalah langit. “Berpotensi untuk ditangkap, ditahan, dibunuh. Sebagaimana yang pernah terjadi pada sebagian besar Nabi dan Rasul yang mendapat perlakuan itu,” imbuhnya.
Sementara pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hal tersebut pun terjadi. Misalnya, ia mencontohkan, Sahabat Nabi, Bilal ibnu Rabah, yang dijemur berhari-hari di atas padang pasir dalam keadan tak mengenakan baju, lalu di atas ditindih batu hitam besar.
“Begitu juga Sumayyah, Muslimah pertama yang syahid dengan cara kemaluannya ditusuk menggunakan besi panas,” ungkapnya.
Baca: KH Abdurrasyid Syafi’i: Kriminalisasi Ulama Tindakan Keterlaluan
Oleh karena itu, Chandra berpesan kepada para pengemban dakwah; habaib, ulama, kiai, ustadz, dan lain-lain sebagainya, tetap teguh mengemban dakwah ini, meski berisiko pada penahanan atau kematian.
“Serulah umat ini kejalan Rabb Semesta Alam, jika terjadi dugaan kriminalisasi kepada para pengemban dakwah, biarlah kami para praktisi hukum yang akan melakukan pembelaan,” pungkasnya berpesan.*