Hidayatullah.com–Dengan alasan keamanan, Kementerian Pertahanan Israel enggan menjelaskan mengapa pemerintah melarang masuk ke Gaza sejumlah barang seperti ketumbar, sage, selai, coklat, kentang goreng French fries, buah kering, kain, laptop, pot tanaman kosong, dan mainan anak-anak. Sementara pada saat yang sama Israel memperbolehkan masuk kayu manis, ember plastik, dan sisir.
Namun karena ada tuntutan kebebasan informasi dari Gisha: Legal Center for Freedom of Movement, untuk pertama kalinya, Tel Aviv terpaksa mengakui bahwa mereka memang memiliki daftar barang yang boleh dan tidak boleh masuk ke wilayah Jalur Gaza.
Gisha mempertanyakan kriteria dan prosedur yang dipakai pemerintah Israel untuk menentukan boleh tidaknya suatu jenis barang masuk ke wilayah Gaza. Pertanyaan Gisha dikemukakan setelah penduduk Gaza menyatakan bahwa ada motif komersil dan kekuatan lobi di Israel dalam penentuan daftar barang yang diizinkan masuk.
Sebagaimana dilaporkan Haaretz (7/5), pemerintah Israel dalam tanggapannya, “meminta maaf kepada pengadilan dan penggugat atas ketidakakuratan informasi yang disampaikan secara lisan (pada bulan Januari), karena adanya kesalahpahaman tertentu.”
Ketidakakuratan yang dimaksud adalah penyangkalan pemerintah Israel akan adanya petunjuk tertulis untuk menentukan boleh tidaknya suatu jenis barang masuk ke wilayah Gaza.
Dalam tanggapannya, Israel melampirkan dua buah dokumen, yang disebutnya masih dalam bentuk rancangan–tapi pada kenyataannya sudah dilaksanakan. Satu dokumen berjudul “Prosedur Perizinan Barang Masuk ke Gaza”, dan satu lainnya “Prosedur untuk Pelacakan dan Perkiraan Persediaan Barang di Gaza”. Dokumen terakhir berguna untuk memberitahu tentang jumlah persedian barang dan jenis apa saja yang hampir habis.
Pemerintah Israel juga memberikan dokumen ketiga, “Daftar Barang yang Sangat Penting bagi Kebutuhan Kemanusiaan Penduduk”. Dokumen ketiga ini yang sebelumnya tidak diakui keberadaannya. Menurut pemerintah, dokumen yang satu ini selalu diperbaharui secara berkala.
Dokumen keempat berjudul “Konsumsi Bahan Pangan di Gaza – Garis Merah”. Menurut pengakuan pemerintah, dokumen ini baru merupakan rancangan dan digunakan hanya untuk kepentingan internal, serta tidak pernah dijadikan dasar untuk membuat keputusan.
Wartawan Haaretz Uri Blau dan Yotam Feldman mengungkap tentang keberadaan dokumen ini pada sebuah laporan investigasi yang mereka tulis pada Juni 2009.
Tampaknya dokumen keempat tersebut digunakan untuk menentukan kebutuhan gizi minimum penduduk Gaza menurut asupan kalori dan takaran berat makanan, yang diuraikan dalam kelompok umur dan jenis kelamin.
Pemerintah Israel berusaha untuk tidak menyerahkan ketiga dokumen pertama, sebagaimana yang dituntut Gisha, dengan alasan pengungkapannya bisa membahayakan keamanan negara dan bahkan hubungan diplomatik. Dan karena dokumen keempat tidak digunakan dalam pembuatan keputusan, maka dokumen itu tidak perlu ditunjukkan.
Namun Gisha menolak alasan pemerintah Israel itu dengan mengajukan tuntutan di pengadilan kemarin lusa. Gisha menegaskan kembali permintaannya agar Israel menunjukkan dokumen-dokumen yang digunakan Israel untuk membuat kebijakan pengiriman barang masuk ke Gaza.
“Sulit membayangkan, bagaimana mungkin menunjukkan dokumen yang berisi daftar produk seperti obat-obatan, makanan dan produk kesehatan atau mengungkapkan prosedur penetapan daftar itu, diangap bisa membahayaan keamanan negara,” tulis jaksa Tamar Feldman. [di/hrtz/hidayatullah.com]
Foto: Musaddiqah Blog