Hidayatullah.com–Nasrin Alian baru saja selesai menjalani operasi penyakit dalam, saat sang suami menelponnya. Siapa sangka, telepon tersebut tak ubahnya pisau yang lebih tajam dari pisau operasi.
Sang suami memberi kabar, bahwa anak sulungnya, Wadi’ yang masih berumur 16 tahun telah ditangkap oleh Penjajah Zionis, menyusul kedua kakaknya.
Padahal, selepas operasinya berhasil, keinginan pertamanya adalah bersua dengan suami dan anak bungsunya itu.
Alih-alih bertemu, kini keadaannya malah berbalik. Ia yang musti mengunjungi anaknya di penjara, itupun akan berhadapan dengan setumpuk birokrasi penjara Zionis-Israel yang sangat berhasrat untuk menyengsarakan rakyat Palestina dengan beragam alasan. Sebagaimana penuturan Nasrin kepada AlJazeera.net, Senin (17/04/2017).
Baca: Rumah Dibuldoser Zionis, Warga Palestina Hidup di Gua-Gua
Sebelumnya, anak tertuanya bernama Muhammad (22 th), satu tahun sudah ia meringguk di lantai dingin penjara.
Sesuai hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan Zionis atasnya, Muhammad masih harus menjalani masa tahanan selama lima setengah tahun lagi. Juga putera keduanya, Walid (21 th), dijatuhi hukuman kurungan enam setengah tahun.

Alhasil, sempurnalah kesunyian sepetak rumah di desa Issawaiyah, Al-Quds timur itu.
Nasrin Alian bersama sang suami hanya sanggup berdo’a dalam lintas-lintas kenangan bersama anak-anaknya.
Kisah Pilu Penangkapan
Suatu hari pada tiga tahun silam, kisah Nasrin, anak keduanya, Walid tiba-tiba menghilang. Berselang beberapa waktu beliau bersama sang suami mencarinya kesana kemari, sebelum kemudian berderinglah sebuah telepon dari Zionis mengabarkan bahwa anaknya telah bersama mereka dengan status sebagai tahanan.
Anaknya dipenjara atas tuduhan berani melempar tentara Zionis-Israel dengan sebongkah batu.
Baca: Di Balik Jeruji Zionis “Mayat-Mayat” Itu Kembali Hidup!
Tiga tahun sudah dari percakapan di telepon itu, Walid belum juga kembali ke rumah. Dan, hari ini, tuduhan itu pulalah yang dikenakan terhadap adik bungsunya, Wadi’.
Padahal, adik bungsunya itu tengah asik-asiknya belajar di bangku sekolah.
Lebih tragis lagi kisah Muhammad, si kakak tertua. Di saat dirinya tidur nyenyak di malam hari, segerombolan militer Zionis mendobrak pintu rumahnya, memukulinya hingga tak berdaya, lantas serta-merta menyeretnya ke penjara.
Dan tak kalah biadab, hal itu dilakukan di hadapan keluarganya yang tak sanggup berbuat apa-apa di hadapan moncong senjata para penjajah.
Bagi Nasrin Alian, tiada penawar bagi buncahan rindu yang terkoyak-koyak itu, selain diambilnya mushaf Al-Qur’an, bersama sang suami dibacanya firman-firman Tuhan, menengadahkan tangan ke haribaan Sang Maha Perkasa. Memandangi foto Muhammad, Walid dan Wadi’, anak-anak mereka sepenuh cinta.
Lebih dari itu, mereka tidak mampu. Jangankan berbuat lebih, memasuki kamar anaknya saja Nasrin tidak kuasa. Makanpun mereka tidak lagi di meja makan, karena bila mana duduk di sana, teringatlah pada masa-masa indah sebelum kepongkahan Zionis memporak-porandakan semuanya.*/MR Utama