SUASANA hening di dalam kamar Mansoor terpecahkan dengan suara ketukan pintu dari luar kamarnya.
“Mansoor, open the door, please let me in,” pinta John, teman serumah Mansoor.
Mansoor adalah salah satu pelajar yang berasal dari Libya. Hampir 50 persen International Student yang studi di Australia berada di Wollongong, bukan mengapa, tetapi karena pihak universitas memfasilitasi mahasiswa Muslim dengan menyediakan sebuah bangunan dipojok kampus untuk dijadikan menjadi sebuah masjid. Untuk itulah mahasiswa Muslim merasa terfasilitasi, meskipun jumlahnya minoritas.
Mansoor kemudian membuka pintu “What’s going on?” tanyanya. “Let me in, Mansoor I have to divorce my wife as soon as possible.” kata john dengan sedih bercampur marah.
“What you will divorce your wife? No John, you must keep her save and see across her, Its your duty,” jawab Mansoor menasehati.
“But…, it disturb me, its problem to me…” kata john. “Calm down john, if you had a problem, you must known what should you do. You are psychology student.., ” kata Mansoor. “You all right Mansoor, I know the answer, Maybe I need more physical exercise,” kata John sambil berjalan keluar kamar Mansoor.
Dua hari kemudian John kembali mengetuk pintu kamar.
“May I in Mansoor?” pintanya. Mansoor membuka pintu dan mempersilahkan John masuk dan duduk di tempat tidurnya.
“How is everythings john?” tanya Mansoor. John yang terlihat sedih kemudian menjawab “too bad Mansoor, I did more and more exercise, but It can’t made my problem away,” jawabnya dengan pelan.
“Ok brother, don’t be sad my friend, you forget that you have God?,” tanya Mansoor. “God….?“ seru John dengan bingung. “Yes you still have an opportunity to ask him, pray to your God and he will help you,” kata Mansoor menasehati.
“Mansoor, could you come with me tomorrow, I will go to church and ask my God to got over with my problem,” pintanya. “Ok, I will accompany you tomorrow,” jawab mansoor dengan tersenyum.
Keesokan harinya merekapun pergi ke gereja bersama-sama, dan sesampainya di dalam gereja, John berjalan mendekati sebuah patung besar, yang berbentuk seseorang yang sedang disalib. John melihat kepada patung itu kemudian dia menceritakan segala permasalahannya dan berdoa agar segala kegelisahan hatinya segera berakhir dan segala permasalahannya terselesaikan. Satu jam telah berlalu, Joh kemudian mengakhiri doanya, terlihat ia memohon pamit kepada patung besar itu dan kemudian beranjak menghampiri Mansoor yang sedang duduk di kursi di belakangnya.
Mereka kemudian pulang ke rumah berdua, dan kembali John meminta untuk masuk ke kamar Mansoor.
“How is your feeling now John?,” tanya Mansoor. John terdiam, dia duduk di kursi yang biasa dipakai Mansoor untuk belajar dan berusaha mengukur ketenangan yang ia dapatkan setelah berdoa didalam gereja.
“I don’t know Mansoor, I think my feeling is not changed, I still got depressed and… I don’t know…, My God didn’t help me,” katanya sedih, “John, firstly you have to control you heart, every solving is come from yourself,” kata Mansoor menasehati.
“What book it is, “tanya John yang kemudian membuka sebuah buku milik Mansoor yang saat itu ada di atas meja belajarnya. Ia mengamati setiap kalimat yang terdapat di cover buku yang berjudul La Tahzan (Don’t Be Sad) dengan terjemahan bahasa Inggris tersebut. Mansoor tersenyum, kemudian Ia menyarankan kepada John untuk membaca buku tersebut.
Halaman demi halaman dibuka dan dibaca John dengan penuh konsentrasi, kemudian Ia pun telah menyelesaikan membaca semua isi buku tersebut dalam dua hari.
Seperti biasa John kembali mengetuk pintu kamar Mansoor dan meminta ijin untuk masuk. Tetapi kali ini wajah John tidak sesedih sebelumnya, tampak kecerahan diwajahnya.
“Mansoor, tell me please, what book it is? It’s a amazing book for me,” katanya.
“This book is moslem book, almost all of the referens are cited by Quran, Moslem holy book,” jawabnya dengan tersenyum.
“Mansoor, after I read this book, I want to confert to Islam,” kata John.
“Why..? tanya Mansoor. “Because I believe that islam can solve my problem,” jawab John.
“Really, how could you know that?, to be a Moslem Is hard, Most people will blame you as a terrorist, poor community, stupid, arrogant and another else, you have to pray shalah, fasting, zakat and anymore else, think a thousand time if you want to confert to Islam,” jawab mansoor sembari memberikan sebuah buku yang berjudul An Ideal Moslem.
“Read this book, and think about it,” katanya.
Setelah membaca beberapa bab di dalam buku menjadi Muslim yang ideal, keesokan harinya john meminta Mansoor untuk menunjukkan mesjid kepadanya. Ia ingin tahu patung apa saja yang ada didalam masjid dan bagaimana cara umat Muslim melakukan shalat.
Mansoor kemudian mengajak John ke masjid ketika waktu shalat Isya. Mansoor meminta John untuk duduk di belakang dan hanya melihat. John memandang sekeliling ruangan masjid, tidak dia jumpai patung, salib ataupun foto-foto yang dipasang seperti digereja tempat dia berdoa. Dia juga mengamati dengan seksama bagaimana tidak terdapat jajaran kursi, yang ada hanya hamparan karpet.
Selesai shalat, Mansoor menghampiri John dan menanyakan apa yang dia lihat. John menjelaskan kalau Masjid sangat berbeda dengan gereja tempat ia berdoa. Ia tak pernah membayangkan bahwa dalam masjid adalah sangat sederhana, yang terpenting, tidak ia temukan patung ataupun foto-foto Tuhan seperti dalam gerejanya.
Mansoor tersenyum, Ia kemudian menjelaskan prinsip dasar ketuhanan, bahwa Yang dinamakan Tuhan, Jangankan Manusia Biasa, Nabi Musa pun yang ingin melihat Tuhan tidak mampu untuk melihatnya. Jadi bohong besar apabila ada manusia yang dapat bertemu dan melihat Tuhan, bahkan menggambarkan atau membuat patung untuk itu. Mansoor juga menjelaskan kepada John untuk berfikir tentang penciptaan, bagaimana nyamuk diciptakan.
John mengangguk-angguk tanda faham. Sepulang di rumah John kembali meneruskan membaca buku an ideal Muslim dan tak jarang ia membuka situs-situs diinternet tentang muallaf. Hingga suatu hari ia tertegun setelah membaca ceritera kisah seorang muallaf yang harus kehilangan harta, anak, isteri dan keluarga demi menjalankan tekadnya untuk mengabdikan dirinya kepada Alloh SWT. John bergegas ke kamar Mansoor, diketuknya pintu, dan kemudian masuk dan duduk menghadap Mansoor yang sedang membaca buku.
Dengan pelan dan penuh harapan John berkata. “Mansoor every problem that I face which never gone is not because I do not serious, but All the things that I worship before is not God, They are only statue which can not help me more over give me life and happiness. I do only believe that only one God in this Universe, that is Alloh. Please, help me to know more about Alloh and Islam. Today I do surrender to Alloh, He Is the really God.” (Mansoor, setiap masalah yang saya alami tidak pernah berakhir bukan karena saya tidak serius untuk mencoba menyelesaikannya, tetapi semua yang saya sembah dan saya mintai tolong ternyata bukanlah Tuhan yang sebenarnya. Mereka hanyalah patung yang tidak tidak dapat menolong maupun memberiku hidup dan kebahagiaan. Sekarang saya hanya percaya bahwa hanya ada satu tuhan di dunia ini, dan itu adalah Alloh, Tolonglah aku untuk untuk mengenal lebih jauh tentang Alloh dan Islam. Hari ini saya serahkan hidupku pada Alloh, Ialah Tuhan yang sebenarnya).
Secara tak terduga air mata John menetes dipipinya, pandangannya tertunduk, seakan suatu hidayah telah merasuki hatinya.
Mansoor memandangi John dengan tersenyum haru.
“Ok brother, after this, I will accompany you to declare your syahadat in the mosque,” jawabnya.
Setelah shalat Isya’ Mansoor memanggil John yang duduk di belakang, yang sudah tak sabar untuk mengucap dua kalimat syahadat. John kemudian duduk tepat di tempat Imam, disaksikan seluruh jamaah shalat Isya’ John dengan terbata-bata mengucap “Asyhadu alla Illa ha illalloh, Waasyhaduanna MuhammadarRasulullah”.
“Allahuakbar, seru selurug jamaah. Jamaah kemudian menyalami dan memberikan selamat kepada John, yang hari itu diubah namanya menjadi Yusuf.
Dengan tangisan haru John memeluk Mansoor erat setelah
dua kalimat syahadat diucapkannya.
لَهُ دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ لاَ يَسْتَجِيبُونَ لَهُم بِشَيْءٍ إِلاَّ كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاء لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاء الْكَافِرِينَ إِلاَّ فِي ضَلاَلٍ
“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadat) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” [QS: Ar Rad;14]. Subhanalloh.*/kiriman Redi Bintarto, University of Wollongong, NSW. Redaksi menerima tulisan pengalaman ruhani. Cerita bisa dikirim melalui email redaksi ke [email protected])