Banyak di antara kita ditanamkan mentalitas bahwa meraih kesuksesan harus dengan memperoleh hasil yang baik di sekolah, sayangnya hal ini bisa mengundah stres dan gangguan mental
Hidayatullah.com | UMUMNYA orang tua mendorong anak-anak untuk terus berpikir ke depan dan mempersiapkan diri secara akademis untuk mencapai tingkat pencapaian tertinggi, yang pada gilirannya mengarah pada tekanan akademis.
Stres atau tekanan akademis didefinisikan sebagai “suatu pengalaman di mana seorang siswa dibebani oleh tuntutan waktu dan energi untuk mencapai tujuan akademis tertentu. Stres dapat berasal dari berbagai sumber potensial, dan memiliki berbagai dampak pada siswa secara emosional dan akademis.”
Kaum muda sering kali terjebak dalam tekanan akademis. Hal ini dikarenakan mereka mudah sekali terpapar tekanan akademis dari berbagai aspek, seperti tekanan teman sebaya, sifat kompetitif dengan siswa lain, tekanan dari orang tua dan guru, dan lain-lain.
Oleh karena itu, penting untuk mengendalikan perasaan-perasaan tersebut agar tidak terus menerus menekan mental seorang remaja dengan belajar menyeimbangkan tuntutan kehidupan.
Ada berbagai dampak yang tidak diinginkan yang dapat timbul pada kaum muda, yang menyebabkan seorang remaja mengalami gejala stres emosional dan/atau fisik. Tekanan akademis yang besar dapat menyebabkan seseorang kesulitan dengan salah satu contoh berikut, yang diberikan oleh Universitas Stanford:
- Terobsesi dengan nilai
- Kecemasan
- Perubahan nafsu makan
- Kompetisi yang ekstrim
- Kesulitan tidur (insomnia)
- Kehilangan minat
- Isolasi sosial
Stres atau tekanan akademis tidak selalu datang dari keinginan untuk mendapatkan nilai atau skor tinggi dalam ujian saja. Penelitian telah menemukan bahwa tingkat tekanan akademis yang berlebihan dapat menyebabkan “peningkatan masalah psikologis dan fisik seperti depresi, kecemasan, kegelisahan, dan gangguan terkait stres,” yang pada gilirannya memengaruhi hasil akademis.
Tekanan akademis sering kali dikaitkan dengan siswa sekolah menengah saat mereka mempersiapkan diri untuk kuliah, tetapi kenyataannya siswa sekolah dasar juga mengalaminya.
Siswa dari segala usia harus menyeimbangkan tekanan untuk mencapai prestasi akademis yang baik dengan kegiatan ekstrakurikuler, pekerjaan rumah, dan tes standar. Dan ini juga berlaku bagi pelajar dalam semua situasi sosial ekonomi.
Sayangnya, stres terkait sekolah semakin diperparah oleh krisis Covid-19 bebera saat lalu.
Ketika siswa kembali belajar tatap muka, mereka perlu memperhitungkan hilangnya pembelajaran ini, yang menimbulkan stres tambahan bagi siswa.
Meskipun adanya pandemi ini, siswa tidak kebal terhadap tekanan untuk mempertahankan nilai tinggi, meskipun menghadapi hal-hal seperti akses terbatas ke genosidakat digital dan internet, anggota keluarga yang sakit, dukungan sosial yang buruk, dan pola makan yang tidak seimbang.
Oleh karena itu, untuk membantu siswa mengelola emosinya, sebagai orang tua, mereka harus memainkan peran penting dengan meningkatkan kesadaran diri mereka, mengembangkan identitas diri yang positif, dan membantu menjaga kesejahteraan sosial-emosional dalam mengurangi stres akademis.
Sebagai orang tua, Anda harus membantu anak Anda menemukan solusi untuk membangun stabilitas emosionalnya sehingga stres yang mereka hadapi saat ini tidak menjadi trauma di masa mendatang.
Kesimpulannya, kita semua pernah mengalami apa yang dialami anak-anak Anda di beberapa titik. Maka dari itu, penting bagi orang tua untuk memberikan dukungan penuh terhadap perkembangan akademis putra-putrinya seiring dengan tren perubahan dunia yang semakin penuh tantangan.
Dan ini termasuk mengatasi sumber stres terkait sekolah, seperti hubungan dengan teman sebaya, nilai ujian yang tinggi, dan konflik dengan guru.*/ Nurul Hanan Arifin, naluri kreatif