ADA seorang pemuda yang gemar melakukan ibadah, namun ia memakan dari sedekah manusia. Beberapa kali ia menikah, namun pernikahan tidak bertahan lama, kadang satu dua hari, tiga hari atau satu pekan, para istrinya dicerainya, ketika mereka meminta nafkah.
Hingga sutau saat ia mengkhitbah seorang wanita yang cerdik, dan mereka yang mengetahui sifat pemuda itu pun memberi nasihat kepada wanita tersebut, dan ia pun menjawab,”Aku akan menikah dengannya, dan aku bertawakal kepada Allah.”
Pada hari ke dua pernikahan, perempuan itu pun berkata kepada suaminya,”Wahai lelaki, apakah engkau tidak keluar untuk mencari nafkah untuk anak-anak?” Sang suami pun menjawab,”Aku tidak bisa membuat apa-apa.”
Sang istri pun memberinya suntai kalung emas,”Jual ini, dan belilah dari hasilnya biji kacang-kacangan.”
Setelah itu, sang istri pun mengajak suaminya untuk membersihakan biji-biji tersebut lalu merendamnya dengan air hingga hari selanjutnya, kemudian meniriskanya. Lalu sang istri memintanya untuk menjualnya, hingga akhirnya lelaki itu menjualnya dari pagi hingga menjelang dhuhur. Kemudian sang istri pun menggoreng sisa biji-bijian itu dan meminta suaminya keluar untuk menjualnya bersama roti, dan ia pun baru selesai menjualnya setelah setengah waktu ashar.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Setelah beberapa pekan, sang lelaki bertemu dengan para sahabatnya, yang terheran dengan bertahannya wanita, hingga ia sampai saat itu tidak dicerai, dan mereka pun bertanya kepadanya. Laki-laki itu pun menjawab,”Demi Allah, aku tidak sempat untuk mentalaqnya, aku sejak pagi hingga setelah dhuhur sibuk dengan kacang yang panas dan hingga selesai ashar bersama kacang yang digoreng.” (Lawaqih Al Anwar Al Qudsiyyah, hal. 327)