SAYA akan memulai tulisan ini dari kisah kecil prajurit Amerika. Namanya Desmond Doss, pemuda yang takut mati gantung diri karena takut tidak bisa membela negaranya. Maka setelah serangan Jepang ke Pearl Harbour dia mendaftarkan diri menjadi tentara, ingin hidupnya lebih berarti. Tubuhnya yang kecil seperti batang jagung menjadi olokan. Namun Doss pantang mundur, ia terus bersemangat dan yakin bahwa ia bisa berbuat sesuatu. Tetapi kehadiran Doss seperti duri dalam daging, karena selama pendidikan dan menjadi prajurit ia menolak memegang senjata.
Semua heran, karena ini tidak logis. Ia pun tetap berkeras menolak. Sehingga memaksa kesatuannya mengajukannya ke Mahkamah Militer. Lewat perjuangan panjang akhirnya Mahkamah Militer memperbolehkan Desmond maju medan perang sebagai tenaga medis tanpa membawa senjata.
“Dia tidak bisa dipaksa membuang haknya,” tulis Brigjen Musgrove Komandan Perang Washington DC yang menjadikan acuan keputusan untuk Doss, kisah itu tampak manis dan heroik karena dalam pertempuran Hacksaw Ridge, Prajurit Doss berhasil mengevakuasi 75 orang tentara, sendirian, dan tanpa satu pun peluru ia tembakkan. Ia memeriksa prajurit yang terluka dan mengevakuasinya dari tebing curam, atas jasanya tersebut, Doss dianugrahi Medal of Honor, penghargaan tertinggi tentara Amerika.
Doss menjadi satu – satunya tentara yang tidak pernah mengangkat senjata selama perang dunia kedua. Selain itu, dia menjadi orang pertama yang menuntut haknya untuk tidak sepenuhnya mengikuti perintah militer dalam sejarah Amerika Serikat, yang dianugerahi penghargaan tertinggi tentara Amerika. Doss berjalan atas keyakinannya dan berhasil.
Soal pentingnya keyakinan, saya mendengarnya saat SMP, sebuah kutipan yang saya kenang hingga kini, entah dari siapa, tapi saya selalu mengulangnya, bahkan untuk anak saya, “Ketika kau punya keyakinan, 75 persen hidup dan cita-citamu tercapai dan beres.” Yakin… ya yakinlah. Soal hasil urusan lain. Karena itulah, Tuhanmu tidak pernah melihat hasil, namun upaya. Sejauh mana upaya ditegakkan untuk menggapai sesuatu.
Sungguh dimanapun kita berada, keyakinan atas suatu yang kita yakini itu membutuhkan perjuangan. Artinya memperjuangkan dan meyakini dengan semua upaya yang ada.
Begitu juga dengan kisah yang amat fenomenal ini, penaklukan kota Konstantinopel, yang seringkali membuat kita bangga menjadi muslim. Bayangkan, dialektika soal penaklukan kota terkuat ini sudah ada 800 tahun sebelum Konstantinopel runtuh di tangan Al Fatih. Saat itu,
Rasulullah ditanya siapa yang akan menaklukkan Konstatinopel. Rasulullah Shalalallahu ‘Alaihi Wassallam memberi gambaran bahwa kota Konstantinopel akan jatuh di bawah kekuasaan Islam. Rasulullah bersabda: “Konstantinopel akan bisa ditaklukkan di tangan seorang laki-laki. Maka orang yang memerintah di sana adalah sebaik-baik penguasa dan tentaranya adalah sebaik-baik tentara.” (HR. Ahmad).
Sabda Rasulullah itu bukan legenda, tapi kenyataan. Bayangkan bagaimana mengelola keyakinan yang hampir menjadi mimpi, dan menjelmakannya menjadi sebuah cita-cita besar dan mengantarkan era baru bagi muslim.
Mengapa? Karena saat itu menaklukkan Konstatinopel bisa dibilang tidak mungkin. Konstantinopel, merupakan kota paling penting zaman itu. Dibangun pada tahun 330 M oleh Kaisar Bizantium, kekaisaran Kristen.
Sejak dibangun, Konstantinopel dijadikan ibukota kerajaan Kristen tersebut selama berabad-abad lamanya. Kota ini menjadi pusat perhatian dunia. Ada yang mengatakan bahwa “Andaikata dunia ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinopel akan menjadi kota yang paling cocok untuk menjadi ibukota kerajaan tersebut”.
Dan perintah ‘penaklukan’ itu tidak pernah luntur. Bahkan Panglima Muhammad Al Fatih-pun sejak kecil tempat bermainnya hanya selemparan batu dari benteng raksasa itu. Dan sejak kecil gurunya selalu bilang, “Kaulah yang akan menaklukkan benteng itu.” Tiap hari dan tiap hari kata kata bahwa “kaulah yang akan menaklukkan benteng itu,” selalu dia dengar.
Saat berumur 19 tahun, Al Fatih gagal menaklukan konstatinopel, dan dia kembali saat umur 25 tahun. Pertempuran yang sudah berlangsung hampir dua bulan (54 hari) membuatnya kelelahan, semua prajurit menyerukan satu kata, “mundur!” Al Fatih pun gamang. Diapun menemui gurunya, Syeikh Syamsuddin. Namun sampai di tenda putih besar itu, para prajurit mencegahnya.
“Guru tidak memperbolehkan seorangpun menemui beliau,” kata seorang prajurit kepada Al Fatih yang kelelehan.
“Sekalipun itu aku?” Tanya Al Fatih
“Betul,” kata pengawal.
Tak kehabisan akal, Al Fatih memutar tenda, dan menghilangkan jejak dari pengawal. Ia kemudian menyobek tenda dengan pedangnya yang tajam. Air matanya segera tumpah sesaat ia melihat gurunya itu sujud sampai sorbannya terlepas. Ia pun menungguinya dengan nafas tersengal.
“Aku bermunajat untukmu, agar kau bisa meruntuhkan Konstantinopel,” kata Sang guru.
“Aku berdoa untukmu Anakku, dan kaulah orang yang akan menaklukakkan benteng itu,” katanya tak panjang.
“Iya, kau…kau,” katanya sambil menghujamkan telunjuknya didada anak muda itu.
Baca: Wasiat Terakhir Al-Fatih
Setelah kejadian itu, Syeikh Syamsuddin, berbicara kepada pasukan, ia mengingatkan dan meyakinkan Sabda Rasulullah itu menunjuk pada Al Fatih dan pasukan.
Al Fatih dan pasukannya, merasa punya keyakinan penuh yang dahsyat, ia kembali ke garis depan. Setelah itu dimulailah serangan kesekian kalinya untuk mengoyak benteng raksasa Konstantinopel. Tepat jam 1 dini hari, tanggal 29 Mei 1435 benteng yang berdiri berabad-abad lamanya jebol. Muhammad Gun, meriam super besar yang suaranya menggelegar memporak porandakan benteng itu. Meriam itu sampai kini masih tersimpan di museum nasional London.
Pasukan Al-Fatih berhasil menguasai kota dan pasukan Bizantium tidak berdaya. Selama itu pula, Syeikh Syamsuddin tidak pernah meninggalkan al-Fatih dan pasukannya. Ia ingin menyaksikan langsung realisasi hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam.
Begitulah keyakinan, begitu dia disertai dengan kerja keras maka hasilnya akan luar biasa dahsyat. Seperti halnya Syeikh Syamsudiin, para ayah dan ibu wajib punya keyakinan besar untuk anak-anak kita. Tidak ada yang tidak mungkin ditembus dan dijangkau.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS: Ali Imran/3: 159).*/Luthfi Subagyo