HARI Raya Idul Fitri merupakan momen istimewa bagi seluruh keluarga Muslim. Suasana yang secara kolektif telah menjadi kesadaran maysarakat untuk saling memaafkan ini hendaknya benar-benar difungsikan untuk mempererat silaturrahim.
Jika hal ini benar-benar dilakukan, maka sungguh keutamaan Ramadhan akan sempurna kita raih, dimana secara vertikal Allah ampuni dosa-dosa kita dan secara horizontal semakin baik ikatan persaudaraan di antara kita. Terlebih silaturrahim adalah bagian amalan penting dalam Islam.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ قَالَ مَا لَهُ مَا لَهُ وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَبٌ مَا لَهُ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ ” .رواه البخاري .
Dari Abu Ayyub Al-Anshori r.a bahwa ada seorang berkata kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wassallam, “Beritahukanlah kepadaku tentang satu amalan yang memasukkan aku ke surga. Seseorang berkata, “Ada apa dia? Ada apa dia?” Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam Berkata, “Apakah dia ada keperluan? Beribadahlah kamu kepada Allah jangan kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, tegakkan shalat, tunaikan zakat, dan ber-silaturahimlah.” (Bukhari).
Satu pendapat menyatakan bahwa silaturahim adalah kita berbuat baik kepada kerabat sesuai dengan keadaan kita dan keadaan mereka baik berupa infak, menyebarkan salam, berziarah atau membantu kebutuhan mereka. Makna secara keseluruhan silaturahim adalah memberikan yang baik kepada orang lain dan menolak sedapat mungkin hal-hal yang buruk terhadap mereka sesuai kemampuan.
Hadits di atas memberikan tuntunan kepada kita perihal perkara penting yang mesti diperhatikan.
Jadi, sangat sayang jika kemudian, setahun lamanya bekerja untuk bisa mudik, sesampai di kampung halaman justru silaturrahim terabaikan karena agenda padat ke tempat hiburan. Bukan tidak boleh ke tempat rekreasi, tetapi apa makna mudik, lebaran di kampung halaman, jika ternyata sanak saudara tak sempat dikunjungi karena kalah dengan senarai ke pusat keramaian.
Padahal, esensi pulang kampung sejatinya adalah bertemu sanak saudara. Maka sepatutnyalah acara terpenting selama mudik bertemu sanak saudara. Jika telah tuntas seluruhnya, maka bolehlah melepas kelelahan dengan berkunjung ke tempat-tempat keramaian, sekalipun untuk hal ini tidak bersifat wajib.
Berkorban untuk Bisa Silaturrahim
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam tak menghendaki tali kekeluargaan, persaudaraan putus begitu saja. Bahkan siapa yang sengaja memutus silaturrahim, ancaman yang Allah berikan sangat tidak main-main.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
رَحْمٍ. رواه البخاري ، ومسلم ، وأبو داود ، الترمذي .
Dari Jubair bin Muth’im ra. dari Rasulullah saw. Bersabda, “Tidak masuk surga pemutus silaturrahim.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan At-Turmuzi).
Jika mudik dimaknai atau diorientasikan untuk mempererat silaturrahim, maka betapa mulianya agenda mudik seseorang. Dan, betapa ruginya jika tidak dalam rangka silaturrahim. Padahal telah dilakukan banyak pengorbanan, demi bisa mudik.
Lantas bagaimana kala mudik sudah bukan hal berat bagi seseorang? Maka perhatikanlah saudara kandung yang masih hidup dalam kesulitan. Terlebih kala bertahun-tahun lamanya tak datang menjenguk orang tua di halaman. Betapa indah jika saudra yang mampu membantu agar saudara yang kesulitan itu bisa silaturrahim dengan orang tuanya. Dan, sekalipun tidak wajib, jika niatnya adalah mempererat silaturrahim, betapa indahnya balasan yang Allah berikan.
Sehingga pada saat hari raya, semua keluarga bisa berjumpa, melepas rindu, menguatkan persaudaraan, mengenalkan anak-anak dengan sepupu-sepupunya dan mereka dapat bercanda ria dan mendapatkan momen berharga bersama kakek dan neneknya.
Sungguh luar biasa Muslim yang dalam hidupnya, mau bersilaturrahim dan mau berkorban dari rezeki yang dimiliki untuk membuat saudaranya bisa bersilaturrahim.
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa ingin dilapangkan baginya rezekinya dan dipanjangkan untuknya umurnya hendaknya ia melakukan silaturahim.” (Bukhari dan Muslim).
Sebuah penjelasan menguraikan, bahwa kala kita menyambung silaturahim pada kerabat dengan bijak, entah dengan harta ataupun dengan pelayanan dan dengan berbagai bentuk silaturahim yang mengantarkannya untuk taat dan terhindar dari perbuatan maksiat, maka hal itu akan dikenang nilai kebaikannya setelah meninggal dunia. Dan, tahukah kita, orang yang dikenang kebaikannya oleh manusia setelah meninggal dunia, maka itu adalah umur kedua setelah kematiannya.
Dan, yang sangat berat kita lakukan adalah menyambung silaturrahim terhadap saudara yang tak telah memutus silaturrahim. Sekalipun tak butuh pengorbanan materi, jelas perkara ini sangat-sangat besar tantangannya.
Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash-ra, dari Nabi Muhammad saw yang bersabda: “Bukanlah orang yang menyambung (silaturrahim) itu adalah orang yang membalas (kebaikan orang lain), akan tetapi penyambung itu adalah orang yang jika ada yang memutuskan hubungan ia menyambungnya.” HR. Ahmad, Bukhariy, Abu Daud, Tirmidziy dan An Nasa’i).
Oleh karena itu, mari maknai hari raya sebagai media penyambung silaturrahim, media penguat ikatan persaudaraan. Seperti Nabi Yusuf yang memaafkan saudara-saudara yang pernah menganiayanya. Berkumpul bersama, berdoa dan beramal sholih kepada semua kerabat, sehingga semua bahagia dalam iman dan taqwa. Allahu a’lam.*