Sambungan artikel KETIGA
Oleh: Ilham Kadir
Shalahuddin, tidak pernah mengumumkan bagaimana memotong jantung kekuatan dan kehidupan Hashashin, yang jelas, setalah pengepungan itu, Hashashin benar-benar telah disapu lalu dimasukkan dalam kuburan galian mereka sendiri. Walaupun, masih ada yang tersisa, itu hanya sel-sel kecilnya yang berserakan di mana-mana, dan tidak pernah terdengar lagi gaungnya. Walaupun sejarah pernah mencatat bahwa Hashashin pernah berusaha membunuh Hulagu pada tahun 1226 M, namun dia gagal, kemudian kisah Hashashin lenyap sama sekali.
Para sejarawan mencatat kemenangan demi kemenangan diraih Shalahuddin dalam berbagai peperangan. Tapi, sesungguhnya kemenangan itu bermula ketika ia berhasil menyapu bersih para pentolah Hashashin-Syiah, dan perlahan namun pasti, mengunci mereka dalam ‘tong sampah sejarah’.
Shalahuddin bergerak dengan hati-hati, menyatukan umat dan melunakkan musuh-musuhnya. Dia tipikal penguasa yang suka, jika musuhnya kalah sebelum perang. Dan, perang hanya meledak jika semua jalan damai telah sumbat. Lihatlah, dia berusaha merebut kembali semua apa yang pernah dicaplok Tentara Salib tanpa melalui pertumpahan darah secara sengit, walau ia mampu memanggang musuhnya dalam perapian satu persatu: cukup dengan pengepungan, embargo ekonomi, dan negosiasi.
Tahun 1187, ketika pindah ke Yerussalem, dia memulai dengan mengirim semacam proposal perdamaian berisi ‘pengusiran’ agar Tentara Salib Franj segera angkat kaki dari kota suci Yerussalem dengan damai. Sebagai konpensasi, orang Kristen yang ingin ikut dapat membawa harta benda milik mereka untuk kembali ke Eropa. Dan, orang Kristen yang ingin tetap di sana boleh-boleh saja, dan dapat mengamalkan agama mereka tanpa gangguan. Gereja akan dilindungi dan, para peziarah akan dipersilahkan masuk-keluar dengan aman. Terang saja, para kesatria Salibis tak ingin melepaskan Yerussalem, karena itu adalah kemenangan hakiki mereka dan tujuan dari seluruh perang dan penaklukan. Shalahuddin, lalu mengepung kota suci itu, mengambilnya dengan paksa lalu menanganinya persis apa yang pernah dilakukan Khalifah Umar bin Khattab: tidak ada pembantaian, tidak ada penjarahan, dan membebaskan semua tawanan, setelah membayar tebusan.
Walaupun dilakukan dengan lembut, perebutan kembali Yerussalem oleh Shalahuddin dengan sepenuhnya mengembalikan apa yang telah dirampas oleh Perang Salib Pertama dalam sejarah Islam, menimbulkan gejolak baru di Eropa dan mendorong tiga raja paling berpengaruh untuk merencanakan serangan Perang Salib ketiga yang sangat terkenal. Salah satunya adalah Frederick Barbarossa dari Jerman, yang jatuh dari kudanya ke dalam air setinggi beberapa inci dan tenggelam dalam perjalanan ke Tanah Suci. Yang lainnya adalah Raja Prancis Philip II, berhasil sampai ke Yerussalem, mengambil bagian dalam penaklukan pelabuhan Acre, dan kamudiaan pulang kelelahan.
Yang tersisa tinggal Raja Inggris Richard I, dikenal bangsanya sebagai Hati Singa. Dia adalah perajurit perang yang tangguh, tetapi ia tidak layak menjadi kesatria teladan: dia mudah mengingkari janjinya dan rela melakukan apa saja demi memenangkan peperangan. Dia, dan Shalahuddin saling berhadapan selama satu tahun, dan Richard memenangkan pertempuran utama mereka, tapi ketika mengepung Yerussalem pada Juni 1192, penyakit telah mengurangi kekuatannya dan udara panas membuatnya sesak napas. Shalahuddin mengiriminya dokter dan buah segar serta salju dingin lalu menunggu Richard menyadari bahwa dia tidak memiliki cukup kekuatan untuk merebut kembali Yerussalem. Akhirnya, Richard setuju berdamai dengan Shalahuddin, dengan syarat: kaum Muslimin akan tetap memiliki Yerussalem, tetapi melindungi gereja-gereja milik orang Kristen, dan membiarkan mereka menjalankan iman tanpa gangguan, juga membiarkan para peziarah datang dan pergi sesuka hati. Richard dan segenap pasukan Perang Salib yang tersisa beranjak pulang, didahului oleh berita bahwa dia telah meraih semacam kemenangan di Tanah Suci. Ini terasa lucu, sebab kenyataannya, dia menyetujui persis seperti yang ditawarkan Shalahuddin sejak awal. Dan, telah diperaktikkan selama perebutan kembali Yerussalem.
Setelah Perang Salib ketiga usai, tidak banyak lagi hal penting yang berlaku, ada pun perang-perang yang terjadi, misalnya pada tahun 1206 di mana pasukan Salib hanya kelelahan di sepanjang jalan, sebab dipukul mundur oleh pasukan yang ada di kota-kota Islam rute menuju Yerussalem. Dan, pada pertengahan abad ke-13, seluruh dorongan Perang Salib telah melemah di Eropa dan pada akhirnya pupus.
Penutup
Kekalahan Pasukan Salib telah menjadi dendam sejarah dan berusaha untuk membayarnya, walaupun pada dasarnya umat Islam memandang bahwa perang telah usai, tidak ada dendam, dan hanya merebut kembali apa yang menjadi hak milik mereka. Selain itu, pasukan Salibis selama pencaplokannya di berbagai negeri Muslim tidak membawa apa-apa kemajuan apalagi peradaban, yang diingat hanya kebengisan dan kebiadaban bahkan kanibalisme. Mereka justru menangguk ilmu dan meniru peradaban yang ada di negeri Timur, membawa balik ke Barat, lalu menyusun strategi, dan kembali ke Timur pada beberapa abad kemudian, dalam bentuk formasi pasukan Salibis yang jauh lebih canggih, di saat umat Islam sedang tidur terlelap berkubang kemalasan, kemunduran, dan kejumudan.
Kini, episode Perang Salib terus terulang, dan umat Islam terus saja berada dalam kekalahan dan tekanan, terutama pasca pencaplokan Yerussalem melalui tangan Yahudi pada tahun 1967 usai Perang Enam Hari. Setiap ada yang bersuara untuk menyatukan umat, maka, ia akan dicap radikalisme dan terorisme. Nampaknya, Hashashin tetap ada di balik layar dalam bentuk yang berbeda, sayang umat terlalu lugu dan mudah diadu-domba.
Negara-negara Islam di bawah Ahlus Sunnah satu-persatu rontok dan jatuh dalam lubang ular, sebagaimana yang terjadi di Irak, Mesir, Libiya, Lebanon, Suriah, dan kini Yaman.
Negara-negara di kepulauan Nusantara pun jadi target, kaum Hashashin tersebar dengan formasi elegan, mengajak persatuan tapi menebar racun pada umat dengan memaki dan mengumpat sahabat Nabi. Hashashin-Syiah dapat bekerjasama dengan siapa dan apa pun untuk merontokkan Ahlus Sunnah, karena itu jangan heran jika Muslim Rohingya dibantai lalu diusir oleh Buddha Miyammar, para penggiat HAM-Barat cuek saja, atau Muslim Tolikara-Papua dilempari baru ketika salat Ied dan dibakar masjid, rumah dan tempat usahanya oleh Umat Kristen, Hashashin bersuka ria. Wallahu A’lam!
Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) BAZNAS-DDII; Kandidat Doktor Universitas Ibn Khaldun (UIKA), Bogor