Hidayatullah.com–Para sultan di masa Daulah Utsmaniyah, bukan hanya para pemimpin negeri Muslim yang besar. Mereka juga para pribadi yang amat merindukan dan mencintai Nabi Muhammad SAW.
Tidak sekadar retorika, namun kecintaan itu terbukti dalam aktivitas kesehariannya. Salah satu contohnya, mereka memiliki perhatian yang amat besar kepada kitab-kitab Hadits. Juga amat mengistimewakan kota Madinah dan berbagai hal yang berkaitan dengan Nabi SAW.
Sultan Abdul Aziz, juga merupakan sultan dari Daulah Utsmaniyah yang amat ta’dzim (mengagungkan) kepada Rasulullah SAW. Ia bahkan memperlakukan kota Nabi (Madinah) secara istimewa.
Suatu saat Sultan Abdul Aziz sakit keras. Kondisinya payah sehingga untuk duduk pun susah.
Datanglah surat dari kota Madinah. Sultan Abdul Aziz kemudian berkata, “Angkatlah aku. Aku tidak bisa mendengar surat yang datang dari Tanah Suci, sedangkan aku dalam keadaan berbaring.”
Para pembantu berusaha memapah Abdul Aziz. Akhirnya ia mendengarkan isi surat itu dengan berdiri di atas kedua kaki, meski dengan kesusahan.
Karena penghormatannya kepada Rasulullah SAW, Sultan Abdul Aziz tidak pernah memegang surat-surat atau dokumen yang datang dari kota Madinah, kecuali dengan memperbarui wudhu. Setelah bersuci, maka ia kemudian mencium dokumen itu, baru kemudian membukanya. (Madzahir Hadhariyah min ats-Tsaqafah al-Utsmaniyah, hal 13, 14)
Pengembara Turki, Auliya al-Jalabi, pernah mengisahkan tentang betapa cintanya para pemimpin Utsmani kepada Nabi SAW. Di antaranya tentang kecintaan Sultan Ahmad II.
Sultan Ahmad II pernah memerintahkan untuk memindahkan bekas telapak kaki Rasulullah SAW dari masjid yang dibangun oleh penguasa Mesir, Sultan Qaitbay. Bekas telapak kaki itu hendak dipindahkan ke Masjid Abu Ayyub al-Anshari.
Rupanya ada yang menyampaikan mimpi bahwasanya Sultan Qaitbay mengadu kepada Rasulullah SAW. Akhirnya bekas telapak kaki itu dikembalikan ke tempat semula.
Aliya al-Jalabi ketika mengunjungi Mesir sempat melihat bekas telapak kaki itu. Ia juga melihat hiasan yang dibuat ayahnya selama empat puluh hari, untuk memperindah bekas tersebut. Ayah Auliya merupakan orang dekat Sultan Ahmad II, yang juga telah membuat saluran air di atas Ka’bah. (al-Utsmaniyun fi at-Tarikh wa al-Hadharah, hal 292).
Kecintaan kepada Nabi SAW juga tercermin dari perbuatan Sultan Sulaiman al-Qanuni. Setelah berhasil menaklukkan Belgrade (Serbia), ia segera memakmurkan al-Haramain asy-Syarifain. Hal itu dilakukan karena Sultan Sulaiman pernah bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang menyampaikan, “Jika engkau telah berhasil membebaskan benteng-benteng Belgrade, maka makmurkanlah kotaku.”
Sulaiman al-Qanuni bahkan berwasiat secara khusus untuk pemenuhan hajat para jamaah haji terhadap air.. Sampai akhirnya wasiat itu ditunaikan oleh putrinya, Mahramah Sultan. (Madzahir Hadhariyah min ats-Tsaqafah al-Utsmaniyah, hal 15, 16