Hidayatullah.com | DI antara tokoh reformis Islam di Indonesia yang sangat terkenal dan menjadi guru bagi para tokoh nasional, adalah Syeikh Ahmad As-Surkati. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad As-Surkati Al-Anshari As-Sudani.
Syeikh As-Surkati lahir di desa Dongula, Sudan, pada tahun 1875 M/1292 H. Nasabnya tersambung kepada sahabat yang mulia, Jabir bin Abdullah Al-Anshari Radhiyallahu Anhu. Sebutan As-Surkati berasal dari bahasa Dongula lama, yang berarti “Orang yang Memiliki Banyak Buku”.
Syeikh As-Surkati lahir dari keluarga ulama. Ayahnya, Syeikh Muhammad, adalah alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Sejak kecil, Syeikh As-Surkati dididik oleh ayahnya, selain belajar juga pada guru-guru di luar rumah.
Syeikh As-Surkati kemudian melanjutkan belajar 15 tahun di Saudi Arabia. Empat tahun masa belajarnya dihabiskan di Kota Madinah Al-Munawwarah, dan sebelas tahun di Kota Makkah Al-Mukarramah. Di kedua Kota Suci itu, ia banyak belajar tentang Madzhab Syafi’i.
Di antara guru Syeikh As-Surkati di Kota Madinah Al-Munawwarah adalah; Syeikh Umar Hamdan, Syeikh Muhammad Al-Khuyari Al-Maghribi, Syeikh Mubarak An-Nismat, Syeikh Muhammad, Al-Barjanzi, dan lain-lain. Sedangkan guru-gurunya di Kota Makkah Al-Mukarramah adalah; Syeikh Al-‘Allamah Muhammad bin Yusuf Al-Khayath, Syeikh Syuaib bin Musa Al-Maghribi, Syeikh As’ad, dan lain-lain. Di Makkah inilah, pada tahun 1326 H, Syeikh As-Surkati, karena kesungguhannya dalam belajar, kemudian dianugerahi gelar “Al-‘Allamah” oleh Majelis Ulama Makkah.
Syeikh As-Surkati banyak menghabiskan waktu untuk mengajar. Karena kesibukannya, tak terlalu banyak buku yang ia tulis. Di antara buku karyanya yang terkenal adalah Kitab Al-Masa’il Ats-Tshalats, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tiga Persoalan Penting. Buku ini membahas tentang ijtihad dan taklid, sunnah dan bid’ah, tawasul dan ziarah kubur.
Kitab Al-Masa’il Ats-Tshalats mulanya adalah paper (makalah) yang ditulis oleh Syeikh Ahmad As-Surkati untuk memenuhi tantangan debat terbuka dari seorang pemuka kaum Alawi, Syeikh Ali Ath-Thayyib. Syeikh Ali Ath-Thayyib menantang debat Syeikh As-Surkati melalui surat yang ia kirimkan ke berbagai penerbitan di Bandung.
Materi perdebatan adalah tiga persoalan penting. Selain tantangan debat, Syeikh Ali Ath-Thayyib juga menuding Syeikh As-Surkati sebagai orang yang tidak paham syariat dan tidak layak dijadikan pedoman. Surat tantangan debat itu kemudian direspon oleh Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) di bawah pimpinan KH Zamzam dan Muhammad Yunus, yang bersedia menjadi fasilitator dan panitia dalam perdebatan itu.
Persis sendiri waktu itu baru dua tahun berdiri, dan memiliki kesamaan pandangan keagamaan dengan Syeikh As-Surkati. Atas kesediaan Persis menjadi fasilitator, maka ditentukanlah acara perdebatan yang berlangsung di Bandung pada 25 Januari 1925/Rajab 1343 H.
Tetapi sayang, di hari yang sudah ditentukan, dimana Syeikh As-Surkati dan para peserta sudah hadir, Syeikh Ath-Thayyib yang saat itu tinggal di Surabaya, tak juga muncul. Syeikh As-Surkati dan hadirin akhirnya kecewa.
Untuk menghilangkan rasa kecewa, kali ini giliran Syeikh As-Surkati yang menantang Syeikh Ath-Thayyib. Maka pada tanggal 21 Sya’ban 1343 H, dikirimkanlah surat tantangan itu kepada Syeikh Ath-Thayyib.
Gayung bersambut, Syeikh Ath-Thayyib bersedia menerima tantangan Syeikh As-Surkati, dan menyediakan lokasi perdebatan di Masjid Ampel, Surabaya. Sebelum diadakan acara perdebatan, Syeikh Ath-Thayyib mengajukan beberapa syarat.
- Masing-masing dipersilakan berbicara selama satu jam, dan tidak ada tanggapan terlebih dahulu.
- Masing-masing membuat paper terkait masalah yang diperdebatkan.
- Paper dikirimkan ke Surat Kabar Hadhramaut untuk disebarluaskan.
Semua syarat itu dipenuhi oleh Syeikh As-Surkati. Tapi, lagi-lagi Syeikh As-Surkati yang sudah hadir di Masjid Ampel pada hari yang ditentukan kecewa, karena Syeikh Ath-Thayyib tidak hadir. Kemudian beredar kabar, debat diundur keesokan harinya, tetapi itu juga tidak terlaksana.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Atas bantuan orang Arab di Surabaya, Syeikh As-Surkati kemudian dipertemukan dengan Syeikh Ath-Thayyib di rumah seorang Hadhrami di kota itu. Dalam pertemuan itu, Syeikh Ath-Thayyib mendengarkan penjelasan Syeikh As-Surkati dan berterimakasih atas paper yang telah ditulisnya. Paper inilah yang kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul Al-Masa’il Ats-Tshalats.
Dalam pertemuan di rumah seorang Hadhrami di Surabaya itu, Syeikh As-Surkati mengatakan kepada Syeikh Ath-Thayyib, “Saya memaafkan dengan lapang dada semua hal yang terkait dengan pribadi saya, akan tetapi saya meminta kepada Anda dan dari setiap orang yang hadir di tempat ini untuk menunjukan kesalahan yang Anda lihat dari saya, agar saya bisa kembali kepada kebenaran… Karena perdamaian ini tidak selayaknya dengan sikap menyembunyikan kebenaran agama…”
Syeikh Ahmad As-Surkati wafat di Jakarta pada 16 Ramadhan 1362 H/16 September 1943. Jenazahnya dikebumikan di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Semasa hidup, Syeikh As-Surkati adalah guru dari para ulama dan intelektual Islam di negeri ini.*/Artawijaya, penikmat sejarah