MATA diciptakan untuk membimbingmu dalam kegelapan, mencukupi kebutuhanmu, serta melihat kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam penciptaan bumi, langit, dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya. Semua ini agar engkau mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya, sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia dihidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya. Dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. al-Baqarah: 164).
Oleh karena itu, jagalah matamu dari empat perkara:
Pertama, memandang wanita yang bukan mahram. Janganlah engkau memandang atau menikmati setiap lekuk tubuh wanita (termasuk mata, rambut, dan kuku) yang bukan mahrammu dengan pandangan penuh syahwat. Apabila mereka berpakaian (menutup aurat) maka tidak apa-apa bagimu untuk memandangnya. Namun, jika tampak lekuk tubuhnya, janganlah engkau memandangnya, berdasarkan sabda Rasulullah:
“Barang siapa memperhatikan bagian belakang tubuh wanita dari balik pakaiannya sampai tampak jelas lekuk tubuhnya maka ia tidak akan mencium harumnya surga.”
Selain itu, jangan pula memandang aurat wanita, walaupun ia mahrammu. Akan tetapi, jika engkau memandangnya sekilas secara tidak sengaja dan untuk pertama kalinya, maka tidak ada dosa bagimu. Lain halnya jika engkau mengulangi pandanganmu maka pandangan kedua ini berdosa.
Kedua, memandang bentuk rupa (atau gambar) yang elok dan rupawan meskipun tanpa syahwat. Dalam sebuah hadits diriwayatkan, suatu kaum pernah datang kepada Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, sedangkan di antara mereka terdapat seorang pemuda tampan yang mulus wajahnya, maka Rasulullah mendudukkannya di belakang punggungnya. Kemudian beliau bersabda, ”Sesungguhnya fitnah yang menimpa Daud disebabkan dari pandangan.” Pandangan di sini berarti zinanya mata.
Ketiga, memandang seorang muslim dengan pandangan menghina.
Keempat, memandang seorang muslim untuk mencari aib dan kekurangannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah kepada orang-orang mukmin supaya mereka menjaga pandangan mereka.” (QS. an-Nur: 30).
Dalam masalah ini, seorang penyair melantunkan puisi dengan pola al-Bahr al-Basith:
Semua kecelakaan diawali dari pandangan api yang besar disebabkan percikannya yang kecil selama manusia mempunyai mata yang digerakkan di antara mata-mata yang lentik
Ia berada dalam bahaya berapa banyak pandangan berbekas dalam hati pemiliknya , seperti panah tanpa busur dan tanpa tali matanya merasa senang dengan yang membahayakan hatinya, padahal tiada kebaikan bagi kesenangan yang menimbulkan bahaya.
Penyair lain berkata:
Apabila seseorang itu berakal dan bersikap wara’, sikap wara’nya akan mencegahnya dari mengurusi aib orang lain seperti orang sakit parah
rasa sakitnya akan mencegahnya dari mengurusi penyakit orang lain.*/Sudirman STAIL
Sumber buku: Maraqi Al-Ubudiyyah. Penulis: Syeikh Nawawi Al-Bantani.