INI tidak sedang membahas pesan bijak “berjalanlah pada rel yang benar”. Ini tentang cerita dalam dunia perkeretaapian, dimana manusia tidak dibenarkan berjalan atau berada di rel kereta.
Tapi larangan itu ada pengecualian, yaitu bagi orang-orang tertentu dan dalam kondisi tertentu. Inilah yang terjadi di atas rel kereta api relasi Jakarta-Bogor dan sebaliknya di kawasan sekitar Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Selasa pagi, 3 Oktober 2017, menjadi kesan tersendiri bagi ratusan penumpang kereta rangkaian/rel listrik (KRL) Commuter Jabodetabek ini. Awak hidayatullah.com yang menumpang salah satu KRL Commuter relasi Bogor-Jakarta Kota bersama para penumpang lain, terpaksa berjalan kaki di atas rel kereta.
Pasalnya, sebagaimana diketahui, perjalanan kereta api relasi tersebut -termasuk relasi-relasi lainnya- terganggu sebagai dampak anjloknya KRL relasi Bogor-Angke di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa (03/10/2017) pagi.
KRL yang kami tumpangi pun tertahan pada sinyal masuk Manggarai, menyebabkan KRL berhenti di pertengahan perjalanan antara stasiun Tanjung Barat dan Stasiun Pasar Minggu.
Tak pelak, setelah menunggu puluhan menit sejak sekitar pukul 08.05 WIB, para penumpang akhirnya membuka pintu KRL secara manual karena kondisi darurat untuk keluar gerbong.

Beberapa orang terdengar menelepon koleganya di kantor, melaporkan kondisi mereka yang telat masuk kantor gara-gara kejadian itu.
“Rapat diundur saja,” pinta seorang pria yang tampaknya punya agenda rapat dengan rekannya.

“Mohon maaf ya!” ujar Yusuf, salah seorang pegawai PT Kereta Commuter Jabodetabek (KCJ) kepada penumpang wanita di dekatnya yang dibantu turun dari KRL lewat tangga pintu masinis.