Hidayatullah.com | Mukmin yang paling baik kata Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam adalah sesiapa yang paling bagus akhlaknya. Sedang Mukmin yang paling cerdas ialah yang banyak mengingat mati.
Lebih cerdas lagi, lanjut Nabi, mereka yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut.
Demikian penjelasan tersebut diceritakan Abdullah putra Amirul Mukminin, Umar bin Khaththab dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dan ath-Thabrani.
Kenapa mesti maut atau kematian sebagai ukuran kecerdasan manusia? Hikmahnya, mati ternyata sebuah nasihat terbaik dan paling hebat bagi siapapun. Kematian bisa jadi obat penyemangat kala orang itu lalai dan kehilangan orientasi dalam kehidupan dunia.
Mati menjadi alarm yang terbukti paling ampuh mengingatkan siapa saja tentang hakikat dunia, proses perjalanan manusia, dan akhir dari semua yang ada di muka bumi ini. Setiap yang bernyawa pasti mendapati kematiannya. Ada ajal yang siap menjagal semua keinginan yang dimimpikan manusia.
Bahwa ternyata kecerdasan manusia diukur pada seberapa ia memahami tujuan hidupnya. Diyakini pemahaman yang utuh tersebut mampu mengantar manusia untuk menjalani kehidupannya dengan benar. Tidak kehilangan arah apalagi sampai melupakan tujuan hidup dan maksud penciptaannya di dunia.
Nyatanya, tidak sedikit orang-orang yang tertipu oleh capaian ilmu yang diraihnya. Disangka, semua itu gara-gara kehebatan teknologi temuannya dan kecerdasan nalar yang diasahnya.
Kira-kira itulah yang diharapkan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah, Balikpapan, saat mengumpulkan puluhan mahasiswa baru di sebuah Pemakaman Muslim di Kelurahan Teritip, Kecamatan Balikpapan Timur, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu (09/09/2019).
Masih dalam rangkaian kegiatan Daurah Takrifiyah dan Tarbawiyah selama 40 hari, mereka lalu diingatkan tentang motivasi utama mengapa mesti kuliah dan bagaimana seharusnya proses belajar tersebut.
“Ingat mati bukan berarti melemahkan. Justru Muslim itu tambah kuat dan semangat. Sebab di sana ada tanggung jawab, khususnya terhadap ilmu yang dipelajari nanti. Ilmu itu bernilai karena bermanfaat untuk umat. Ilmu itu berguna karena melahirkan kontribusi dan menegakkan agama Allah,” pungkas Muhammad Dinul Haq, dosen STIS yang memberi nasihat, pagi itu.* Foto dan Teks: Masykur/hidayatullah.com