Hidayatullah.com–Pemuda merupakan aset terbesar kebangkitan suatu bangsa. Merekalah yang memiliki kekuatan dan motivasi besar berjuang demi kehormatan bangsa maupun agama. Jika pemuda berkarakter demikian tidak lagi dimiliki suatu bangsa, maka tunggulah kehancuran bangsa tersebut.
Hal tersebut dikatakan Sekjen Young Islamic Leaders (YI Lead), Agastya Harjunadhi.
“Kita harus membangun mental leader, bukan inlander. Bangga menjadi muslim, bangga dan siap berjuang menjadi instrumen kebangkitan bangsa Indonesia,”tegasnya pada hidayatullah.com menyambut hari Pahlawan 10 November lalu.
Mahasiswa pasca sarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Bogor ini juga menjelaskan syarat kebangkitan suatu bangsa. Selain penguasaan atas ilmu dan pemimpin negara yang adil serta orang kaya yang siap berjihad harta, juga dibutuhkan keberanian para pemudanya.
Sikap ksatria membela kepentingan bangsa dan negara, menjadi kebutuhan utama yang semestinya tumbuh dalam diri pemuda. Panduan Al Quran dan as Sunnah akan berguna membentuk sudut pandang kepemimpinan seorang pemuda.
“Ketika kita makan, jangan lagi maknai untuk mengenyangkan perut. Lihatlah proses makan itu sebagai suatu proses yang merubah energi makanan untuk menguatkan tubuh dan akal kita, agar mampu menegakkan agama Allah, mampu berdiri sendiri dan tidak merepotkan orang lain,” ujar Youth Ambassador Konferensi Internasional Organisasi Pemuda Dunia Islam yang diadakan di Malaysia dan Turki ini.
Agas mencontohkan peristiwa 10 November 1945 saat pertempuran terbesar pertama pasca Indonesia merdeka. Tak kurang dari 30.000 pasukan sekutu Inggris, AS, Belanda dan sekutu lainnya menggempur habis dari darat, udara dan laut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kala itu persenjataan musuh lebih modern dibandingkan tentara Indonesia. Namun, Allah berkehendak lain. Perlawanan rakyat Indonesia yang sebagian besar adalah para santri dan pemuda dari seluruh pelosok tanah air tersebut membuahkan kemenangan.
“Motivasi mereka tak lain adalah karena telah direstui oleh para Ulama besar di jawa-madura yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari bahwa melawan penjajah tanah air adalah jihad fi sabilillaah,” ulasnya tentang kekuatan dan kemenangan yang tidak melulu bisa dihitung matematis.*