Hidayatullah.com– Bulan Ramadhan 1439 H sebentar lagi usai. Sebelum menuntaskan ibadah di bulan Ramadhan, setiap Muslim harus memastikan telah melaksanakan kewajiban yang lain, yaitu zakat.
Baik zakat terkait dengan jiwa atau dikenal zakat fitrah, maupun zakat terkait dengan harta atau dikenal zakat maal. Zakat merupakan kewajiban setiap Muslim yang memenuhi ketentuan.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam, menjelaskan, penghasilan yang diperoleh seorang Muslim, jika sudah memenuhi ketentuan, wajib dizakati, termasuk penghasilan dari Aparatur Sipil Negara (ASN).
Lalu apa saja komponen penghasilan yang wajib dizakati? Hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia VI di Banjarbaru Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu, sudah menjawabnya.
Ia menjelaskan ketetapan hukum terkait hal itu.
Pertama, komponen penghasilan yang dikenakan zakat meliputi setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Kedua, dengan demikian, obyek zakat bagi pejabat dan aparatur negara termasuk tetapi tak terbatas pada gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji pokok, tunjangan kinerja, dan penghasilan bulanan lainnya yang bersifat tetap.
Ketiga, penghasilan yang wajib dizakati dalam zakat penghasilan adalah penghasilan bersih, sebagaimana diatur dalam fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003.
“Keempat, penghasilan bersih sebagaimana yang dimaksud pada nomor 3 ialah penghasilan setelah dikeluarkan kebutuhan pokok (al haajah al ashliyah),” jelasnya kepada hidayatullah.com lewat rilisnya baru-baru ini.
Kelima, kebutuhan pokok yang dimaksud tersebut meliputi; kebutuhan diri terkait sandang, pangan, dan papan; kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, termasuk kesehatan dan pendidikannya.
Keenam, kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud pada poin keempat itu didasarkan pada standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).
Baca: Bamsoet: Membangun Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan Perlu Digalakkan
“Ketujuh, kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud pada nomor 4 adalah Penghasilan Tidak Kena Zakat (PTKZ),” sebutnya.
Terakhir, masih jelas Asrorun Niam, pemerintah menetapkan besaran kebutuhan pokok sebagaimana dimaksud nomor 4, yang menjadi dasar dalam menetapkan apakah seseorang itu wajib zakat atau tidak.*