DI SAMPING Surat An-Nur ayat 31yang memerintahkan kaum wanita untuk menutup bagian tubuh dari kepala sampai ke dada, juga ada perintah yang sama pada Surat Al-Ahzab ayat 59, “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Jilbab adalah sejenis selendang panjang yang diletakkan melapisi kerundung. Penafsiran jilbab seperti ini dikemukakan Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim an-Nakha’i, ‘Atha’ al-Khurasani, dan banyak ulama lainnya. Sedang Al-Jauhari menyebutkan, jilbab adalah kain yang menutupi seluruh tubuh.
Ada yang menyebutkan, pengertian “agar mudah untuk dikenali” dimaksudkan sebagai pembeda. Yakni pembeda antara wanita-wanita mukmin dengan wanita jahiliah dan hamba sahaya wanita. Dengan demikian pakaian yang dikenakan wanita-wanita mukmin berbeda dengan pakaian yang dikenakan wanita-wanita jahiliah dan hamba sahaya wanita.
Dalam Surat Al-Ahzab ayat 33, “…Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliah yang dahulu…” Ibnu Katsir menyebutkan penjelasan Mujahid, “Dahulu para wanita keluar berjalan di tengah-tengah kaum laki-laki. Yang demikian itu disebut sebagai orang-orang jahiliah dahulu.” Sedang Muqatil bin Hayyan menyebutkan, berhias seperti orang-orang jahiliah adalah tabarruj, yakni meletakkan kerudung di atas kepala tanpa diikat ke bagian leher, sehingga kalung-kalung, anting-anting, dan leher mereka terlihat seluruhnya. Tradisi tabarruj ini sempat dilakukan wanita-wanita mukmin.
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah dalam bukunya (1996) memberi definisi tabarruj sebagai berhias dengan memperlihatkan kecantikan dan menampakkan keindahan tubuh dan kecantikan wajah. Wujudnya ada yang seperti dikatakan Qatadah, “Yaitu wanita yang jalannya dibuat-buat dan genit.” Ucapan Qatadah dalam redaksi yang lain, “Mereka dahulu (apabila keluar rumah) suka berjalan lenggak-lenggok, lemah gemulai, dan manja.”
Bukhari mengatakan, “Tabarruj adalah tindakan wanita yang menampakkan kecantikannya kepada orang lain.”
HR Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra, dia menceritakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada akhir umatku nanti akan ada beberapa orang laki-laki yang menaiki pelana, mereka singgah di beberapa pintu masjid, yang wanita-wanita mereka berpakaian tetapi (seperti) telanjang, di atas kepala mereka terdapat sesuatu seperti punuk unta yang miring. Laknat mereka, karena mereka semua terlaknat.”
Dari hadis ini maka adab berpakaian wanita mukmin adalah menggunakan busana-busana longgar yang menutupi seluruh tubuh dan tidak berkecenderungan memperlihatkan bentuk tubuh.
Persyaratan hijab sebagai berikut:
Pertama, harus menutupi seluruh badan kecuali wajah dan dua telapak tangan, yang dikenakan ketika memberikan kesaksian maupun shalat.
Kedua, bukan dimaksudkan sebagai hiasan bagi dirinya, sehingga tidak diperbolehkan memakai kain berwarna mencolok, atau kain yang penuh gambar dan hiasan.
Ketiga, harus lapang dan tidak sempit sehingga tidak menggambarkan postur tubuh (pemakainya).
Keempat, tidak memperlihatkan sedikit pun kaki wanita.
Kelima, yang dikenakan tidak sobek sehingga tidak menampakkan bagian tubuh atau perhiasan wanita. Juga tidak menyerupai pakaian laki-laki.
Sejak usia berapa wanita menggunakan pakaian seperti ini? Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai Asma’, jika seorang wanita telah menjalani haid, maka tidak diperbolehkan baginya dilihat, kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan wajah dan kedua telapak tangannya.” (HR Abu Dawud).
Kemudian kepada siapa wanita boleh berhias? Rasulullah SAW bersabda, “Seorang wanita dilarang berhias untuk selain suaminya.” (HR Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).*/Lighty Hayati (Tulisan sebelumnya)