“Alhamdulillah, saya senang mengawali puasa tahun ini,” demikian ujar Kardi. Ia mengakui, inilah pengalaman pertamanya menahan lapar, haus dan dahaga seharian. Meski demikian, ia mengaku senang dan antusias menjalaninya bersama keluarga.
Baru empat bulan lalu bapak empat anak ini menyatakan bersyahdat dan memeluk Islam. Bukan hanya Kardi, tapi seluruh keluarganya pun ikut memeluk Islam. Bapak yang sehari-harinya bekerja sebagai petani ini mengaku telah mendapat hidayah setelah putrinya dinikahi Ustad Yunus, Da’i asal Hidayatullah yang bertugas di daerah tersebut.
Karena masih baru pertama kali berpuasa, ia pun mengaku sering lupa kalau harus menahan lapar dan tidak makan dan minum.
“Saya masih membiasakan diri dengan puasa, kadang lupa kalau lagi puasa ,” tutur Kardi sambil tersenyum.
Bagi Kardi, puasa pertama menjadi pengalaman tak terlupakan dalam hidupnya. Karena itu, ia bertekad untuk menuntaskan puasanya selama sebulan. Karenanya, ia harus mengatur jadwal kerja di ladang.
Menurutnya selama Ramadhan ini ia akan mengurangi pekerjaan-pekerjaan yang berat agar bisa terus berpuasa hingga akhir.
Di Desa Pusung Duhur ada sekitar lima belas orang muallaf yang menjalani puasa pertamanya tahun ini seperti yang di jalani Kardi.
“Seperti saya juga, karena pengalaman pertama, mereka sering lupa kalau.”
Menurut Ustad Wasito, da’i Hidayatullah yang bertugas di Tengger, puasa yang pertama yang dijalankan para muallaf Suku Tengger sungguh berat . Maklum, karena mereka belum terbiasa menahan lapar dan harus tetap bekerja di ladang.
Ia pun berharap para muallaf bisa berjuang melawan keadaannya hingga bisa menyempurnakan puasanya penuh selama bulan Ramadhan.
“Semoga para muallaf bisa menjalani ibadah puasanya secara penuh, inilah ujian iman mereka, semoga bisa dilaluinya,” ucap Wasito kepada hidayatullah.com.
“Untuk membantu para muallaf menyempurnakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan kali ini, kami terus mendampingi dan membimbing mereka,” tutur Wasito kalem. */Samsul Bahri