Hidayatullah.com–Waktu berbuka puasa bisa jadi menjadi waktu yang tepat untuk mencoba wisata kuliner. Terlebih jika dilakukan bersama-sama dengan keluarga atau kerabat jauh sambil bersilaturrahim. Tentunya nuansa seperti ini menjadi warna tersendiri di bulan suci Ramadhan.
Tapi bagi mahasiswa perantauan di negeri yang dijuluki Ibu Dunia ini, mendapati suasana seperti itu memang sangat kecil kemungkinannya. Sebab pertama tentu karena sangat sedikit sekali mahasiswa yang bersama keluarganya di Mesir.
Kedua, karena Mesir memang kurang menawarkan aneka wisata kuliner. Tapi untuk faktor kedua ini, bukan berarti Mesir tidak menyediakan sarana kuliner sama sekali. Tetap ada, meski sedikit ragamnya.
Untuk berbuka puasa, biasanya mahasiswa Indonesia lebih memilih memasak sendiri supaya cita rasanya tetap sesuai dengan lidah Nusantara. Sama saja seperti hari-hari biasanya. Tapi tidak sedikit juga mahasiswa yang bergantung pada berkah bulan Ramadhan, salah satunya dengan ikut nimbrung buka puasa di Maidah ar-Rahman, sajian berbuka puasa gratis.
Tapi bagi yang mungkin tidak sempat memasak di rumah, atau sudah bosan dengan makanan di Maidah ar-Rahman, makanan-makanan Mesir bisa menjadi alternatif untuk berbuka puasa. Salah satunya adalah Thogin bil Kibdah.
Thogin bil Kibdah adalah salah satu dari makanan sehari-hari yang biasa dimakan orang Mesir, di samping roti gandum (‘Isy), Ful atau Thomiyah. Komposisi Thogin bil Kibdah sangat simpel sekali, hanya terdiri dari makaroni, ati dan disiram dengan sambal. Tiga komposisi tersebut dituangkan di dalam sebuah tempat yang terbuat dari aluminium, lalu dimasak di dalam sebuah open besar.
Selain Thogin bil Kibdah, juga ada Thogin bil Lahm (dengan campuran daging). Atau jenis makanan lainnya seperti Kusyari dan Ruz bil Basol (nasi bawang). Semua masakan ini biasanya masih tersedia di satu rumah makan.
Sambal yang dicampurkan ke dalam makaroni dan ati, tidak pedas sama sekali. Tapi jika kita suka pedas, atau ingin menambah rasa, biasanya di atas meja makan disediakan sambal pedas, garam dan semacam air cuka. Selain itu, air minum asli dari keran aliran Sungai Nil juga disediakan di atas meja makan.
Soal harga, Thogin bil Kibdah ini sangat ekonomis dan cukup sesuai dengan kantong mahasiswa. Satu porsi biasanya sekitar 3 hingga 4 pound Mesir, atau sekitar Rp. 5.000 sampai Rp. 6.000. Biasanya kita juga bisa memilih porsi; ingin porsi kecil, sedang atau besar.
Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menikmati nuansa bulan suci Ramadhan, meski di negeri perantauan. Jika kita tidak dapat menikmati suasana berbuka puasa bersama dengan keluarga, kita bisa menikmatinya dengan teman-teman seperjuangan. Banyak hal yang bisa kita sulap menjadi indah sebagai ganti kebosanan.
Soal makanan, di banding Nusantara, Mesir memang tidak banyak memiliki ragam makanan. Di Indonesia, setiap provinsi saja memiliki makanan khas masing-masing. Namun anugerah ini ternyata tidak ada di Mesir.
Makanan di negara yang dijuluki Ibu Dunia ini ternyata tidak begitu beraneka ragam. Hal ini mungkin disebabkan terbatasnya sumber daya alamnya, tidak seperti Indonesia yang kaya akan sumber daya alam.*