Hidayatullah.com– Hari Raya Idul Fitri 1438 H, Ahad, 25 Juni 2017, kami rayakan jauh dari tanah air dan keluarga besar. Ya, untuk pertama kalinya saya merayakan lebaran di negeri kincir angin, Belanda.
Tak seperti di Indonesia, alunan takbir tak terdengar dari pengeras suara masjid di sini.
Pasalnya, di sini belum diperkenankan untuk mengeraskan suara adzan hingga keluar gedung. Tak ada tetangga yang saling berkunjung untuk bermaaf-maafan. Sepi seperti hari biasa.
Hingga suasana tampak berbeda, ketika kami mendekati tempat dilaksanakannya shalat id. Yaitu di gedung Olimpia Tilburg University, menggunakan 2 hall yang terpisah untuk jamaah laki-laki dan perempuan.
Gedung ini berada persis di samping Masjid El-Feth. Pihak masjid menyewa gedung olahraga karena bangunan masjid tidak dapat menampung banyaknya jamaah shalat id.
Baca: Lebaran di KBRI Islamabad: Sholat Ied dan Makan Bersama
Beberapa jamaah tampak mulai berdatangan saat jarum jam menunjukkan pukul 08.15 waktu setempat. Rata-rata jamaah shalat id adalah keturunan Maroko. Tampak juga beberapa jamaah keturunan Somalia.
Hanya sedikit yang berasal dari Indonesia. Karena, kebanyakan dari mereka yang tinggal di Tilburg memutuskan untuk shalat id di KBRI Den Haag. Sebagian lagi di Masjid An-Nur Walwijk, yang didominasi oleh warga keturunan Indonesia.
Wajah-wajah Muslimah Belanda tampak ikut melaksanakan shalat id pagi itu dengan balutan busana Muslimah dan kerudung yang menutup dada.
Beberapa dari mereka mengajak serta anak perempuan mereka, walaupun beberapa hanya duduk di belakang shaf dan tidak mengikuti shalat id.
Berdasarkan keterangan pengurus masjid, tahun ini sebanyak 52 orang memutuskan untuk memeluk Islam dan bersyahadat di Masjid El-Feth. MashaAllah….
Shalat id dimulai tepat pukul 08.30. Kemudian dilanjutkan dengan khutbah dalam bahasa Arab sekitar 30 menit.
Tampak anak-anak kecil mulai membagikan permen untuk para jamaah, beberapa dari mereka juga menyediakan kantong plastik untuk membuang bungkus permen. Selepas khutbah, para jamaah saling berpelukan dan mengucapkan “Taqabbalallahu minna wa minkum”.
Tanpa Hari Libur Lebaran
Setelah selesai shalat, kami bergegas pulang ke rumah, karena kebetulan kami menjadi tuan rumah untuk acara silaturahim dengan mahasiswa Indonesia.
Saya merasa sangat bersyukur. Walaupun kami berada jauh dari keluarga, tetapi tetap mendapatkan suasana hari raya yang begitu istimewa.
Hidangan lontong, opor, dan bakso menjadi terasa sangat spesial karena bisa dinikmati bersama-sama. Guna merayakan kemenangan setelah kami menggenapkan puasa 19 jam selama 30 hari. Semoga Allah menerima amalan kami….
Minggu pertama di bulan Syawal 1438 H, teman-teman akhwat dari kelas tahfizh El-Feth juga mengadakan silaturahim. Mereka membawa makanan masing-masing untuk dinikmati bersama di masjid.
Mungkin hal-hal “kecil” inilah kelak yang akan kami rindukan saat meninggalkan kota ini untuk kembali ke tanah air.* Kiriman Faried Mariya dari Tilburg, Belanda, untuk hidayatullah.com