“Ada ‘Aa Gym!!!…,” teriak puluhan santri. Tawa pun pecah. Mereka seperti betul-betul memanggil ustadz kondang yang terkenal dengan Managemen Qalbu-nya itu. Namun, ‘Aa Gym yang dimaksud itu bukanlah Pimpinan Pesantren Darut Tauhid Bandung, melainkan Rovi Munawar, santri kelas 1 Madrasah Aliyah Hidayatullah Jogjakarta.
Rovi ketika itu memang berpenampilan mirip ‘Aa Gym. Kepalanya dililiti sorban merah. Ia juga memakai kaca mata dengan baju putih. Mirip ‘Aa Gym. Bedanya hanya badanya yang terlihat lebih kurus. Lebih lucunya lagi, gaya dan suaranya dimirip-miripkan seperti ‘Aa Gym. Tak pelak, seluruh santri yang hadir meneriakinya ‘Aa Gym.
Rovi sengaja berpakaian seperti itu untuk mengikuti lomba pidato bahasa Arab dalam acara Festival Ramadhan yang digelar MTs/MA Pesantren Hidayatullah Jogjakarta 7-9 Agustus ini.
Santri asal Balikpapan, Kalimantan Timur ini sengaja tampil beda untuk mencuri perhatian juri dan penonton. Ketika itu, lelaki humoris ini membawa tema pentingnya bahasa Arab.
“Lughotun Arabiyah muhimmatun jiddan. Walizalika, yajibu ‘alaikum ta’allamaha,” terangnya dengan nada tinggi. Tidak cukup di situ. Setelah itu, ia menyapa para audien untuk memastikan paham atau tidak ceramahnya itu. “Hal fahimtu, ayyuha tholabah al ahibba?” katanya. Kontan, seluruh santri menjawab: “Na’am fahimna ya ‘Aa Gym.” Sudah bergaya seperti ‘Aa Gym, kali ini Rovi menduplikat ustadz muda asal Makassar yang kini sedang naik daun, Ustadz, Maulana.
Lantas ia berteriak. “Jamaahhhhhh….! Oohh, Jamaah.” Sontak, seluruh audien pun tambah gemuruh. Tampilan Rovi bilang dibilang lucu. Ia memiliki jiwa humoris yang tinggi. Pede dan kata-katanya segar. Dalam ceramah berdurasi tujuh menit itu, Rovi menekankan penguasaan bahasa Arab. Katanya, jika santri ingin menguasai agama Islam, maka wajib menguasai bahasa Arab terlebih dulu.
Selain lomba pidato bahasa Arab, panitia juga mengadakan beberapa lomba lainnya. Seperti pidato bahasa Inggris, tartil al Quran, tahfidz al Quran, dan drama. Beberapa cabang lomba itu, santri wajib ikut salah-satunya. Santri yang berjumlah sekitar 150 orang itu wajib ikut salah satu lomba. Tak pelak, ajang tahunan untuk memeriahkan bulan puasa itu pun penuh gegap gempita.
Peminat lomba pidato bahasa Inggris juga tidak kalah banyak dan seru dengan bahasa Arab. Mereka juga semangat. Seperti yang disampaikan salah satu peserta, Faza Auliya Robby, santri kelas 1 Madrasah Aliyah. Ia menyampaikan pentingnya berbakti kepada kedua orangtua. “We have to respect our parents,” tuturnya dengan bahasa Inggris.
Faza menyampakain berbakti kepada orangtua suatu kewajiban, sama wajibnya seperti berbakti kepada Allah Subhanahu Wata’a. Ia pun menyitir sebuah hadits yang mengatakan: “Ridho orangtua adalah ridho Allah. Dan murka orangtua adalah murka Allah.” Karena itu, ia menyarankan para santri untuk tidak melupakan jasa orangtua yang tidak terkira besarnya.
Lawan Zionis
Yang tak kalah seru lagi dari cabang lomba tahfidz al Quran. Kali ini yang memilih cabang adalah santri yang memiliki banyak hafalan. Sebab, jika tidak, mereka akan memilih cabang lainnya, seperti pidato dan drama. Santri yang ikut ini ada yang sudah hafidz al Quran, hafal 10 dan 15 juz. Materi tahfidz disesuaikan dengan bobot tugas hafalan perkelas. Teknisnya, juri membacakan, peserta melanjutkan.
Tak jarang santri yang bisa melanjutkan dan membacanya dengan fasih. Tapi, banyak juga yang gelagepan, lupa ayatnya.
Salah satu cabang lomba lainnya yang paling meriah adalah drama. Lomba ini dilakukan perkelas. Masing-masing kelas membentuk kelompok dan menampilkan drama. Banyak tema yang ditampilkan. Menarik, cerdas, dan lucu.
Ajang ini juga menjadi prestise masing-masing kelas. Karena itu, selain konten drama, mereka berusaha semenarik mungkin dalam akting dan dialog. Dalam drama wajib dengan bahasa Arab dan Inggris.
Lomba cukup menarik ditampilkan oleh kelas 3 MTs. Kelas ini menampilkan drama berjudul: “The Children of Gaza” yang menceritakan tiga orang anak Gaza yang sedang bermain sepak bola dekat tembok yang dibikin Zinois-Israel. Mereka bermain begitu riangnya. Ketika merika sedang asyiknya bermain, tiba-tiba gerombolan tentara Zinois datang. Mereka membawa senjata laras panjang. Mereka melarang anak-anak Gaza bermain di tempat itu.
“Don’t play football here. It’s not your country,” teriaknya.
Para bocah tahu jika diusir. Tapi, mereka tidak takut dan gentar sedikit pun. Bahkan, tentara Zionis itu didebatnya. Alkidah, terjadilah perlawanan. Remaja itu melepaskan batu dari ketapel di leher. Dan Zinonis bertambah garang. Mereka menodongkan moncong senjatanya ke arah mereka.
Festival yang berlangsung selama tiga hari itu boleh dibilang seru, asyik, dan menghibur. Paling tidak, menumbuhkan semangat dan motivasi santri untuk belajar al Quran dan menguasai bahasa Arab dan Inggris.
“Sengaja diadakan sebagai media ekspresi dan latihan santri berpidato. Jadi mereka tidak akan grogi lagi tampil di publik kelak,” kata kepala sekolah Madrasah Aliyah Hidayatullah Jogjakarta, Ustadz, Syarif Abu Azka kepada hidayatullah.com.
Lebih dari itu, katanya, acara tersebut untuk memeriahkan bulan puasa. Santri didukung berprestasi dan berkarya dalam segala hal. Bukan hanya ibadah di masjid, tapi juga dalam edukasi. Khususnya al Quran, bahasa dan tekhnik berpidato. Karena itu, tema acara ini adalah : “Dengan al Quran dan Bahasa Kita Genggam dunia.”
Semoga acara ini bisa menjadi bekal para santri untuk “menggenggam” dunia dengan nyata.*