KAMI orangtua menilai hingga hari ini televisi tidak ramah pada anak. Tayangan kekerasan, seks, mistik, hedonisme, masih kerap muncul setiap hari di layar kaca kita. Padahal, adegan-adegan di televisi tersebut bisa cepat ditiru oleh anak-anak. Hal tersebut berbahaya bagi anak bahkan bisa berujung kepada hilangnya nyawa seorang anak.
Salah satu contoh peniruan yang dilakukan oleh anak adalah peristiwa 15 orang bocah tertangkap menggarong kantor debt collector akibat menirukan gaya game Naruto (Jawa Post, 29 Januari 2012). Naruto adalah salah satu film animasi Jepang yang sempat tayang di TV.
Ada juga contoh peristiwa mengenaskan, meninggalnya Heri Setiawan, 12 tahun, siswa SMP Taman Siswa Jakarta Pusat, yang meninggal akibat menirukan aksi sulapnya Limbad (Desember 2009). Heri Setiawan tewas diduga usai mempraktekkan aksi sulap dengan mengikat leher, tangan dan kakinya sendiri. karena kurang hati-hati, lehernya terjerat oleh tali yang diikatnya. Atau sebagaimana yang pernah terjadi pada beberapa tahun lalu tentang anak yang tewas akibat memperagakan aksi smackdown yang ditayangkan di televisi.
Adegan kekerasan dalam program berita pun semakin berani dan vulgar ditayangkan. Padahal adegan kekerasan yang ditayangkan dalam program berita lebih berbahaya dibanding yang ditayangkan oleh sinetron.
Dalam sinetron, adegan kekerasan dilakukan atas tuntutan skenario, dan sifatnya adalah pura-pura. Sedangkan dalam berita, tayangan yang tersaji merupakan rekaman fakta atau kenyataan yang terjadi di lapangan. Kami mengkhawatirkan adegan kekerasan ini akan menjadi contoh buruk bagi anak-anak yang menontonnya, atau bahkan bisa jadi menginspirasi bagi sebagian orang untuk melakukan tindakan kejahatan.
Jika kita kaji lebih jauh sebenarnya media massa televisi mempunyai fungsi utama yang selalu harus diperhatikan yaitu fungsi informatif, edukatif, rekreatif dan sebagai sarana mensosialisasikan nilai-nilai atau pemahaman-pemahaman baik yang lama maupun yang baru. Namun jika kita lihat kenyataannya sekarang ini acara-acara televisi lebih kepada fungsi informatif dan rekreatif saja, sedangkan fungsi edukatif yang merupakan fungsi yang sangat penting untuk disampaikan, sangat sedikit sekali. Sebagai contoh adalah program di Trans 7 misalnya Gara-Gara Neo Magic, sangat bermasalah karena justru mengajarkan bagaimana mencuri uang dari credit card, mengambil perhiasan dan barang-barang berharga seseorang. Parahnya tayangan ini ditayangkan sore hari pukul 17.30 yang sangat mungkin ditonton oleh anak-anak.
Termasuk juga acara-acara music di pagi hari seperti Dahsyat (RCTI), Inbox (SCTV), Dering (Trans TV), Mantap & Klik (ANTV). Acara-acara ini bermasalah karena kerap menampilkan pembawa acara yang tidak sopan, pakaian seksi dan juga penyanyi-penyanyi yang berpakaian seksi serta lirik lagu yang membenarkan seks bebas (contoh; “Hamil Duluan”, “Belah Duren”, “Kawin Cerai”, “Mari Bercinta”, “Jadikan Aku yang Kedua”, “Selingkuh”, “Cinta Satu Malam”, “Keong Racun” dan lain-lain).
Acara komedi juga menggunakan kata-kata kasar, merendahkan orang lain, porno. Contohnya OVJ, Fesbukers, dan The Hits. Sinetron-sinetron menampilkan bulliying, tidak menghormati orangtua, hedonisme, pacaran, dan harapan-harapan palsu.
Anak adalah masa depan bangsa. Membiarkan anak-anak mengkonsumsi tontonan yang tidak mendidik berarti sama saja membiarkan bangsa ini hancur perlahan-lahan.
Oleh karenanya, kami meminta agar:
1. Pengelola TV tidak menanyangkan program-program yang berdampak negatif terhadap anak (kekerasan kriminal, vulgarisme, pornografi, dll). Pengelola TV diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan materi semata dengan cara menghalalkan segala cara, tapi juga memberi tontonan yang mendidik generasi bangsa ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
2. Mendesak agar pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) khususnya Bidang pengawasan Isi Siaran untuk bersikap tegas terhadap tayangan tv yang dapat membawa dampak negative terhadap anak, khususnya tayangan-tayangan yang menampilkan kekerasan, kriminalitas, mistik dan seks. Kami tidak ingin anak-anak kami rusak karena televisi. KPI kami nilai selama ini tidak menjalankan tugas pengawasan isi siaran dengan semestinya dan cenderung melakukan pembiaran.
Untuk itu, melalui surat ini kami menuntut bidang pengawasan Isi Siaran KPI dan Pengelola TV melakukan tugasnya dengan benar dan bertanggung jawab. Terutama agar anak-anak kami aman mengkonsumsi TV tidak terpana muatan negative TV , sehingga dapat tumbuh menjadi generasi penerus yang produktif.
Jakarta, 7 Februari 2012
Nila Kurnia Pancawati
Direktur Eksekutif LSM Rumah Peradaban
Foto: flickr