TAK bisa dipungkiri, semenjak reformasi, animo masyarakat Indonesia dengan syariat Islam mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Selain kecintaan mereka pada simbul Islam, gerakan-gerakan berbau Islam, juga terbukti di beberapa daerah di Indonesia telah menerapkan beberapa aturan daerah dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA) berbasis syariat Islam.
Lahirnya Perda semacam itu bisa dimaklumi, apalagi, telah ada kebijakan Otonomi Daerah, di mana kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Seperti halnya saat ini upaya yang ingin dilakukan pemerintah kota Tasikmalaya atas Perda No 12 tahun 2009 tentang Pembangunan Tata Nilai Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan pada Ajaran Agama Islam dan Norma-norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya.
Anehnya, Perda ini dikritik anggota dewan dan tokoh-tokoh Indonesia dan menganggapnya bertentangan dengan aturan (UU) yang lebih tinggi.
Apa yang terkandung dalam Perda Tasikmalaya bahkan dikecam sebagai sesuatu yang inkonstitusional oleh aktivis LSM seperti Kelompok Setara Institute.
Anggota komisi III DPR Eva K Sundari, bahkan menyebut, “Mewajibkan perempuan-perempuan memakai kerudung dan membentuk polisi syariah merupakan antikonstitusi dan diskriminatif.” (kompas.com rabu 6/6/2012)
Yang jadi pertanyaan saya, mereka yang mengatakan, Perda tersebut bertentangan dengan Konstitusi Negara, lha bukankah sudah sangat jelas bahwa Konstitusi yang terkandung dalam Pancasila ada pasal bahkan menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa?
Lebih-lebih dalam paradigma demokrasi, bukankah suara mayoritas yang harus didengar?
Jika mayoritas warga Tasikmalaya (dengan representasi anggota dewannnya) menginkan Perda sebagai wujud aspirasi masyarakatnya dan ingin aturan berbasis syariat Islam bukankah itu hal yang wajar?
Sudah banyak terbukti di beberapa daerah dengan di berlakukan Perda-Perda Syariah ini telah memberikan perubahan besar bagi kemaslahatan masyarakatnya. Tentusaja kemaslahatan tidak hanya dirasakan umat Islam saja, sebagaimana yang terjadi di Bulukumba Sulawesi, warga nonmuslim pun merasakan keberkahannya.
Perda-Perda syariah yang bermunculan menunjukkan kebutuhan umat terhadap tatanan syariah. Terlebih lagi umat semakin sadar hanya dengan menerapkan syariah Islam sajalah bisa menuntaskan segala problematika yang ada di masyarakat.
Syariat Islam merupakan kewajiban setiap orang yang mengakui dirinya muslim Sejatinya Muslim yang baik, pasti tidak akan menolak hokum al-Quran. Kecuali, di dalam hatinya masih ada keraguan dan setengah hati, atau masih ragu menerima Islam.
Menurut saya, jika ada kaum Muslim masih antipati atau mempertanyakan Perda syariah dengan dalih bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, seharusnya patut dipertanyakan keimanannya.
Sungguh aneh, di negeri mayoritas penduduk Muslim ini, masih banyak orang paranoid dengan syariah Islam. Meski telah jelas Islam membawa kemaslahatan, keadilan dan kesejahteraan.
Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala mengingatkan pada kita,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah SWT bagi orang-orang yang yakin.” (QS Al-Maidah :50).
Yenna Pasmah
Aktivis Muslimah Syariah
Berdomisili di Rawamangun Jakarta Timur