Hidayatullah.com—Hari Kamis (01/10/2015, dalam pidato di Sidang Umum PBB, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyerukan agar perundingan perdamaian dengan Palestina segera dilakukan untuk menyelesaikan konflik yang mendera kedua pihak selama puluhan tahun.
Pidato Netanyahu sedikit sekali menyinggung tentang Palestina, namun ia kembali mengulang seruannya bahwa penjajah Israel “siap melakukan negosiasi langsung tanpa syarat” dengan Palestina.
Selama ini Palestina bersikeras baru akan memulai kembali perundingan jika Israel melepaskan tawanan Palestina, menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina dan jika perundingan berlandaskan garis perbatasan yang ada sebelum perang tahun 1967.
Dalam pidato di hadapan sidang majelis umum PBB sehari sebelumnya, pemimpin otoritas Palestina dukungan Amerika Serikat (AS) dan Israel, Mahmud Abbas menyatakan Otoritas Palestina tak lagi terikat Perjanjian Perdamaian Oslo, maupun perjanjian lainnya yang menjadi landasan solusi dua negara Palestina dan Israel yang hidup berdampingan secara damai.
Mahmud Abbas menuduh Israel melanggar perjanjian yang ditandatangani tahun 1993 dan 1994, dan mengatur keamanan, ekonomi dan isu lainnya terkait wilayah Palestina yang diduduki Israel setelah perang tahun 1967.
Menariknya, seorang kolumnis Palestine Information Centre (PIC), Ahmad Alhajj mengatakan, tidak ada orang yang serius ketika mendengar ancaman Mahmud Abbas bahwa dirinya tidak akan meneruskan komitmennya dengan kesepakatan-kesepakatan dengan Israel .
“Lihat saja, minimal, tidak ada sama sekali reaksi dunia terhadap pidato Abbas di depan PBB yang sama sekali tidak mengubah rute perundingan di kawasan,” tulis Ahmad Alhajj.
Dalam pidatonya, Abbas menggunakan kata perdamaian sebanyak 20 kali. Sementara kata kesepakatan diulang 14 kali. Ini menunjukkan Abbas tak akan menghindar dan menarik diri dari perundingan, tulis Ahmad. “Bahkan ada satu alenia penuh menyebut sisi-sisi positif kesepakatan damai bagi Palestina.”
Abbas mengatakan, “Kami sejak berdirinya otoritas nasional Palestina, sampai saat ini bekerja dengan cepat untuk membangun negara kami dan infra struktur kelembagaannya dan kedaulatannya. Kami sudah hasilnya di lapangan secara hakiki..” siapa yang mau menimbang pujian Abbas terhadap proses perundingan ini bahwa dirinya akan menarik diri dari perundingan?
Abbas bahkan tak menyebut kata “perlawanan” atas penjajah sama sekali. Dia mengancam akan menarik diri dari kesepakatan sementara dia sendiri gak punya gigi, ujar Ahmad Alhajj.
Abbas dinilai mengancam namun bibirnya gemetar. Bahkan sebanyak enam kali Abbas meminta agar bangsa Palestina dilindungi.
“Saya minta ada perlindungan internasional, tolong kalian lindungi kami butuh perlindungan internasional. Kami berharap kepada kalian,” kata Abbas.
Padahal itu sudah berulang-ulang disampaikan oleh Abbas di depan pejabat dunia, namun tanpa respon.
Sementara itu, Abbas melupakan sama sekali “hak kembali” pengungsi dan warga Palestina yang terusir kepada penjajah. Kata hak kembali itupun tak disebut sama sekali dalam pidatonya.
Yang menarik, kesulitan dan penderitaan yang dialami pengungsi Palestina di sejumlah negara Arab akibat penjajah Israel, sama sekali hilang dari pidato Abbas. Penderitaan pengungsi Palestina di Suriah sama sekali juga tak dapat bagian dari pidatonya. Seakan tak terjadi apa-apa dengan mereka.
Penderitaan pengungsi Palestina di Yarmouk, blockade Gaza, tak disinggung. Kata Al-Aqsha hanya disebut dua kali, itupun tanpa makna dan tekanan. Sebab dia sendiri bersama aparat keamanan dinilai ikut melakukan aksi kekerasan terhadap aksi membela Al-Aqsha.
Saat berbicara masalah blockade di Gaza, di mana presiden kudeta, Jenderal al-Sisi sebelumnya menyatakan pembongkaran terowongan bawah tanah dan pelongsorannya dengan air sudah dilakukan sesuai dengan koordinasi dengan Otoritas Palestina yang dipimpin Mahmud Abbas.
Sementara itu, penasehat senior gerakan Hamas Ghazi Hamad mengatakan kepada Al Jazeera, pengibaran bendera Palestina di markas besar PBB sebagai “langkah positif”, namun ia menambahkan hal itu saja ‘tidaklah cukup’ bagi kemerdekaan Palestina.
Hamad mengatakan kepada Al Jazeera, hanya dengan persatuan antara Tepi Barat dan Gaza Palestina dapat “menghadapi pendudukan Israel dan mendirikan negara Palestina yang merdeka”.
Karena itu, Hamas juga menyerukan Mahmud Abbas untuk membatalkan semua perjanjian dengan penjajah Israel.
Walhasil, berkibarnya bendera Palestina di Markas Besar PBB sama sekali tidak ada hubungannya dengan kemerdekaan Masjidil Aqsha dan Palestina.
Perjanjian dengan penjajah Israel, kesepakatan-kesepakatan yang diprakarsai oleh PBB bukan hanya hari ini, bahkan sudah ratusan kali dan berjalan semenjak Palestina dijajah. Namun tetap saja dikhianati Zionis.
Sebab Masjidil Aqsha, Palestina dan urusan Islam tidak akan pernah selesai hanya dengan kesepakatan-kesepakatan yang nampak manis namun menipu, yang sudah dilakukan kaum kafir, kecuali muqawwamah dan Jihad Fi Sabilillah hingga penjajah keluar dari Bumi Palestina yang diberkahi.
Meminjam untaian hikmah Ali Bin Abi Thalib radhiallahu anhu, “Lihatlah kemana arah anak panah musuh-musuh Allah, di sana kau akan menemukan yang haq.”*/Ismail Abu Nuha