Hidayatullah.com–Pagi menjelang siang, suara ibadah kebaktian umat Kristiani terdengar jelas dari dalam Masjid al-Muttaqin Kupang, NTT.
Lokasi masjid ini memang bersebelahan tembok dengan Gereja Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP. Persisnya di Jalan KB Mandiri 2, Oesapa, Kelapa Lima, Kupang.
Hari itu bertepatan dengan Jum’at Agung. Umat Kristiani akan menggelar berbagai rangkaian ibadah di gereja sepanjang hari, sedangkan umat Islam juga harus persiapan shalat Jum’at.
Ketika waktu shalat Jum’at tiba, suara dari gereja berangsur hening tanda ibadah dihentikan. Ganti kemudian suara adzan dari Masjid al-Muttaqin berkumandang. Hingga khutbah dan shalat Jum’at usai, barulah peribadatan jemaat gereja dilanjutkan.
Di hari lainnya pun sama. Jamaah masjid dan jemaat gereja saling menghormati dan menyepakati waktu-waktu ibadah antara dua agama. Setiap shalat lima waktu, bisa dipastikan ibadah di gereja ditiadakan atau dihentikan sejenak sampai waktu shalat usai.
Begitupun sebaliknya, jika ada kegiatan di gereja, maka Masjid al-Muttaqin meniadakan kegiatan. Begitu pula dengan lahan parkir. Karena terbatas, seringkali jemaat gereja parkir kendaraan di halaman masjid. Begitu pun sebaliknya.
“Seperti saat shalat Jum’at, biasanya parkiran masjid penuh, maka jamaah bisa parkir di halaman gereja,” jelas Suyanto, Ketua Yayasan al-Muttaqin. Dikutip dari majalah Suara Hidayatullah, Suyanto mengatakan, toleransi semacam itu sudah lama mereka jalankan.
Diakui Suyanto, membangun toleransi semacam itu bukan hal yang mudah. Apalagi ketika awal masjid itu dibangun, telah melewati banyak sekali perjuangan. Adzan dianggap mengganggu, bahkan pengurus masjid pernah diteror. Kisah selengkapnya bisa disaksikan di Gereja dan Masjid. Indahnya Toleransi di Jepang
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
saksikan juga Masjid di Prancis ini Sediakan Makan dan Kasur Gratis untuk para gelandangan