BANGUNAN Al Azhar masih seperti dulu, baik yang berada di Madinah Nashr maupun di kawasan Hussain, tidak banyak berubah, masih seperti lima tahun lalu.
Hanya Al Azhar baik di Madinah Nashr yang kebanyakan terdapat fakultas ilmu umum amat banyak coretan di tembok luarnya. Demikian juga yang terlihat di asrama Madinah Jami’iyah.
Coretan-coretan yang bertulis, ”Jatuhlah Paus Al Azhar”, “Tidak Ada Belajar Selama Militer Berkuasa”, “As Sisi Penghianat”, begitu mudah bisa dibaca oleh siapa saja yang melalui jalan raya, yang juga saya lihat saat naik kendaraan menuju Universitas Al Azhar Hussain sekitar pukul 9 pagi.
Semula saya menyangka bahwa itu hanya terjadi di Al Azhar Madinah Nashr, namun setelah mengunjungi Al Azhar Hussain yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman pun pemandangan serupa saya dapati. Coretan-coretan umpatan terhadap Syeikh Al Azhar tertulis di tembok-tembok kampus, hingga ruangan dalam gedung.
Saat saya memasuki gedung Fakultas Syari’ah di samping pintu utama gedung sudah disambut dengan coretan, ”Paus Al Azhar Bathil”.
Ketika memasuki gedung hanya ada dua ruang kuliah yang terisi mahasiswa, yakni di mudarraj 2 dan di ruang lantai tiga. Di mudarraj 2 ruangan penuh dengan mahasiswa yang nampak riuh dan tidak ada pengajar demikian pula di ruang tingkat tiga. Mudarraj lainnya pun kosong.
Tidak banyak mahasiswa yang terlihat di komplek itu meski untuk waktu normalnya ini adalah waktu-waktu mendekati ujian, yang biasanya dilaksanakan bulan Januari.
Menurut Rahmat, mahasiswa Al Azhar jurusan syari’ah tingkat akhir menyampaikan maraknya demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa pro Mursy suasana belajar mengajar jadi tidak stabil.
”Kemarin ada demonstrasi di fakultas Ushuluddin hingga naik-naik di atas meja, akhirnya dua orang dikeluarkan,” ujar mahasiswa yang tinggal di Hay Al Asyir itu.
Menurut Rahmat, sebenarnya para mahasiswa pro Mursy ingin memboikot perkuliahan dan menyerukan kepada mahasiswa lainnya untuk melakukan hal yang sama.
”Namun ajakan itu efektif bagi orang Mesir namun tidak bagi mahasiswa Indonesia. Apa juga kepentingan kita?”
Rahmat mengakui meski mahasiswa Indonesia juga ada yang pro dan kontra terhadap Mursy namun itu hanya terjadi di dunia maya saja sedangkan dalam interaksi sehari-hari hubungan mereka biasa-biasa saja.
Sementara sebut saja Ahmad yang kini duduk di tingkat 4, jadwal ujian ditulis sendiri oleh dekan kuliah, sebelum akhirnya terpampang di pengumuman.
Majelis Ilmu Masjid Al Azhar “Menggeliat”
Setelah meninggalkan Universitas Al Azhar saya bergegas ke Masjid Al Azhar yang berjarak sekitar 30 meter.
Saat memasuki masjid ternyata majelis hadits Syeikh Yusri yang mengkaji Mukhtashar Ibnu Abi Jamrah sedang digelar di ruangan utama masjid.
Beliau menyampaikan di tempat duduk yang agak tinggi sambil bersila, sedangkan kepala para pengakaji tertunduk memperhatikan kitab masing-masing duduk di sekeliling beliau.
Adapun di Ruwaq Syawam Syeikh Hasan As Syafi’i juga menggelar majelis ilmu. Suara Syeikh Hasan Asy Syafi’i sampai terdengar dari majelis Syeikh Yusri.
Hingga setelah shalat beberapa penuntut ilmu masih berkerumun di sekeliling ulama sepuh yang kini menjabat sebagai ketua Majma’ Al Lughah Al Arabiya ini untuk menyimak penjelasan beliau menganai tashawuf.
Beliau saat itu berbicara mengenai abdal, autad, nujaba serta aqthab, tingkatan-tingkatan kewalian dalam dunia tashawuf.
Sedangkan di Ruwaq Athrak sendiri sedang digelar majelis ilmu. Dari jadwal yang terpampang di dinding pengumuman terlihat bahwa kajian ilmu di masjid Al Azhar sangatlah padat.
Terlihat pula para ulama besar semisal Syeikh Hasan As Syai’fi, Syeikh Thaha Rayan, Syeikh Ahmad Ma’bad Abdul Karim, Syeikh Ahmad Umar Hasyim juga ikut mengisi majelis.
Bidang yang dikaji termasuk fiqih, ushul fiqih, hadits, musthalah hadits, aqidah, bahasa Arab serta tashawwuf. Waktu diadakan majelis pun berkesinambungan.
Namun, meski marak, suasana kajian ilmu di Masjid Al Azhar pun berjalan tenang dan khidmat, tidak ada hiruk pikuk. kegaduhan apalagi coretan-coretan.
Saya teringat perkataan Syeikh Nuruddin Al Banjari salah satu murid Syeikh Yasin Al Fadani. Beliau pernah menyampaikan pada saya bahwa antara Jami’ah Al Azhar (Universitas Al Azhar) dan Jami’ Al Azhar (Masjid Al Azhar) tidak bisa disamakan, “Walaisadzakaru Kal Untsa,” ujar beliau.*