Hidayatullah.com– Langkah komandan militer Libya Khalifa Haftar untuk tidak menandatangani kesepakatan genjatan senjata dan meninggalkan Moskow pada Selasa pagi ditentukan oleh pihak lain, terutama pihak asing, menurut mantan kepala staf militer negara itu.
“Saya kira sudah jelas bahwa keputusan tidak ada di tangannya. Saya pikir dia hanya bekerja sebagai proksi bagi aktor-aktor lain,” Yousef al-Mangoush mengatakan pada Anadolu Agency pada Kamis.
Mangoush menyoroti bahwa Haftar yang telah mengatakan dia menyetujui perjanjian genjatan senjata, yang dia terima dua hari sebelum datang ke Moskow.
“Dia datang ke Moskow hanya untuk menandatangani perjanjian ini yang telah dia terima,” kata Mangoush, seorang veteran tentara yang menjabat sebagai kepala staf dari tahun 2012 hingga 2013.
“Tetapi di menit-menit terakhir, ketika tiba saat untuk menandatangani perjanjian, tampaknya dia tidak bisa menandatanganinya. Dan dia meminta untuk menunda tanda tangan terakhir hanya untuk menghubungi pendukungnya.
“Tampaknya poros Haftar – terutama Uni Emirat Arab dan Mesir – menolak menandatangani perjanjian ini, jadi mereka memintanya untuk tidak menandatangani dan dia menuruti permintaan mereka.”
“Sayangnya, kita melihat bahwa Haftar dan pendukungnya terfokus pada solusi militer daripada solusi politik. Kita melihat ini dengan jelas kemarin.”
Sejak penggulingan pemimpin Muammar Gadhafi pada 2011, kursi kekuasaan ganda telah muncul di Libya: satu di Libya timur didukung terutama oleh Mesir dan Uni Emirat Arab dan satunya di ibukota Tripoli, yang menikmati pengakuan PBB dan internasional.
Peran penting Turki di Libya
Mangoush juga menggarisbawahi bahwa peran Turki di Libya akan sangat penting di banyak tingkatan krisis.
“Kami berpikir bahwa Turki akan memberikan dukungan terbukanya kepada pemerintah Tripoli Libya. Dan dukungan ini, tentu saja, akan bertujuan untuk mengakhiri perang, mempersiapkan situasinya, dan membangun kembali negara dan institusinya.”
Dia kemudian mengatakan bahawa Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB di Tripoli memiliki kekuatan militer untuk menghentikan serangan tetapi kekurangan kekuatan dan pertahanan udara, sementara di pihak lain didukung oleh negara lain. Dia menekankan bahwa pasukan Haftar menggunakan kemampuan angkatan udara Mesir dan UEA untuk menyerang warga sipil di Libya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pihak-pihak yang berperang di konflik Libya telah berkumpul pada Senin di Moskow untuk merundingkan genjatan senjata untuk mengakhiri permusuhan di Libya dan memulai dialog politik.
Meskipun GNA di Tripoli menyambut baik seruan genjatan senjata, Haftar dan pendukungnya meninggalkan Moskow tanpa menandatangani perjanjian itu.
Pada 12 Januari, pihak yang bertikai di konflik Libya mengumumkan genjatan senjata dalam tanggapan atas seruan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin, meskipun pertemuan Moskow dimaksudkan untuk menandatangani dan memformalkan perjanjian.*