Hidayatullah.com– Para hukum yang juga Guru Besar Bidang Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Atip Latipulhayat, menyebut ada pihak tertentu yang “menjebol” regulasi di Indonesia untuk melegitimasi perkawinan sejenis.
Prof Atip menyebutkan, Undang-Undang yang mengatur tentang Perkawinan (UU Perkawinan) telah menjadi penghalang legalisasi perkawinan sesama jenis (homoseksual) di Indonesia.
“Undang-Undang Perkawinaan kita itu menutup yang namanya perkawinan sejenis,” ujar Prof Atip sebagai salah seorang narasumber dalam Dialog Nasional “Ketahanan dan Perlindungan Keluarga: dalam Konteks Perubahan Global dan Pandemi Covid-19” yang digelar Perhimpunan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia secara virtual, Selasa (30/06/2020) turut dihadiri hidayatullah.com.
Baca: GiGa Dorong Ketahanan dan Perlindungan Keluarga Terdampak Pandemi
Atip menjelaskan, ada sejumlah Undang-Undang yang mengatur terkait keluarga di Indonesia.
Yaitu, sebutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, UU No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU No 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dan UU No 16/2019 tentang Perubahan atas UU No 1/1974 terkait batas usia perkawinan.
Atip menilai, selama ini telah terjadi upaya pihak tertentu untuk menjebol UU Perkawinan di Indonesia.
Bahkan, katanya, penjebolan itu sudah terjadi. Yaitu lewat penyamaan batas usia pernikahan antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana diatur dalam UU No 16/2019 tentang Perubahan atas UU No 1/1974 terkait batas usia perkawinan.
Menurut Atip, pihak yang saat itu ingin menyamakan batas usia pernikahan antara laki-laki dan perempuan tersebut mempertanyakan kenapa batas usia pernikahan laki-laki dan perempuan harus dibedakan.
“Satu pintu udah jebol,” ujar Atip.
Selanjutnya, menurut Atip, setelah menjebol UU Perkawinan lewat regulasi batas usia pernikahan itu, pihak tertentu akan kembali menjebol UU Perkawinan.
Diduga pihak yang ingin menjebol tersebut ingin menggolkan legalisasi perkawinan sesama jenis. Sebab, UU Perkawinan, kata Atip, telah mengunci bahwa pernikahan yang sah di Indonesia adalah antara perempuan dengan laki-laki (beda jenis kelamin), bukan antara yang sesama jenis kelamin.
Baca: Prof Euis Sunarti: Lindungi Keluarga dari Agenda Pengubahan Keluarga Indonesia
Atip pun menyebutkan, ada sejumlah aturan dalam konstitusi yang telah mengunci pintu masuk homoseksual di Indonesia.
Pertama, Pasal 1 UU No 1/1974, jelas Atip, yang menyebutkan, “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
“Jadi pasal 1 ini yang akan dijebol setelah batas usia perkawinan,” sebutnya.
Kedua, tambahnya, Pasal 2 ayat 1 UU No 1/1974 yang berbunyi, “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”
“Ini yang akan dijebol,” ujar Atip.
Selanjutnya, yaitu Pasal 1 ayat 6 UU No 52/2009, yang berbunyi: “Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya.”
Pihak-pihak yang ingin menjebol ayat-ayat yang mengunci pintu masuk homoseksual tersebut katanya memainkan isu hak asasi manusia (HAM).
Terkait itu, Atip mengungkap sebuah kasus terkait masalah LGBT di Austria. Di sana, jelasnya, pernah terjadi kasus perkawinan sejenis yang dibawa ke pengadilan. Namun, pengadilan tidak mengakui perkawinan sejenis tersebut. Putusan hakim menolak dengan alasan “Karena masyarakat Austria masih menjunjung tinggi-tinggi nilai Kristiani,” ujar Atip menirukan.
Lantas pertanyaannya, ungkap Atip, yang dijunjung tinggi di Indonesia apa? “Pancasila,” jawabnya sendiri, lantas menjelaskan bahwa Pancasila bukan digunakan untuk menggebuk (pihak lain). “Justru yang melegitimasi LGBT itu tidak sesuai dengan Pancasila,” ujar Atip.*