Oleh: Ady Amar
Hidayatullah.com | Permadi Arya, yang biasa dikenal dengan panggilan Abu Janda, boleh sumringah sejenak. Senin kemarin, ia dipertemukan Sufmi Dasco Ahmad, punggawa Partai Gerindra, dengan Natalius Pigai.
Permadi Arya memang seperti cacing kepanasan, bersafari menemui tokoh-tokoh. Menerangkan bahwa ia tidak bermaksud melakukan ujaran rasisme dengan menyebut Pigai dengan nada bertanya, apakah evolusi sudah selesai?
Juga ia menemui tokoh-tokoh agama Islam yang dipilihnya, yang sekiranya mau memaafkan, bahwa apa yang dikatakan dengan menanggapi Ustad Tengku Zulkarnain, itu bukanlah dimaksudkan mengolok/merendahkan Islam sebagai agama arogan.
Permadi Arya sedang dijerat dengan dua kasus itu. Rasisme pada Pigai, dan penodaaan agama. Dengan bersafari itu, ia ingin menunjukkan keseriusan, bahwa apa yang disampaikan itu, bukanlah SARA. Itu pesan opini yang ingin dibangunnya.
Adalah Haris Pertama, ketua KNPI sebagai pihak yang melaporkan dua kasus itu pada Bareskrim. Pemanggilan sebagai saksi terhadap Permadi Arya sudah dilakukan untuk dua kasus itu. Karena hanya sebagai saksi, maka ia tidak ditahan.
Baca: Saktinya Permadi Arya, Jengahnya Susi, dan Janji Kapolri
Karenanya, ia bisa bersafari menemui para pihak untuk membersihkan namanya. Lalu, Senin (8/2/2021), beredar dua fotonya, yang dipublish Pak Dasco, tentu dengan bangga karena mampu mempertemukan dua orang itu.
Muncul pernyataan Pigai bak “orang suci”, yang tidak mempermasalahkan ucapan Permadi Arya itu. Makanya bukan ia yang melaporkannya. Katanya, “Tolong jagain, dia orang yang baik, tak ada delik hukum.”
Tidak masalah dan tidak ada yang salah dengan apa yang diucapkan Pigai itu. Biasa saja. Tapi jika ada yang lalu mengatakan tentang Pigai yang dibela itu, meski ia tidak meminta, tidak tahu diri dan sok bijak. Itu pun pendapat yang tidak salah.
KNPI “membelanya” tentu tidak ada pamrih untuk disebut hebat dan perduli. Sikap KNPI itu adalah konsen manusia beradab untuk memerangi rasisme. Maka KNPI mewakili perasaan itu.
Sikap Pigai, Senin kemarin, yang “bermesraan” dengan Permadi Arya, itu sekali lagi, bukan sikap bijak. Dan seolah “meninggalkan” KNPI sebagai institusi, yang membawa kasus rasisme itu ke ranah hukum.
Baca: Permadi Arya Itu Sakti, Mustahil Tersentuh Hukum
Apalagi Pigai pakai memvonis dengan pembelaan, bahwa kasus rasisme yang dilakukan Permadi Arya, itu tidak bisa dijerat hukum. Kata orang Jawa, iki menungso ga iso dibelo.
Dan KNPI seperti kecele dengan langkahnya itu, meski tidak ada yang salah dengan langkahnya, dan justru menuai pujian. Setidaknya KNPI tengah terbangun dari lelap tidur panjangnya. Terjaga lalu melakukan langkah mulia.
Meski Permadi Arya sudah guyub dengan Pigai, tapi tentu kasus itu tidak boleh berhenti disitu. Kasus itu seharusnya diuji dan diputus di pengadilan.
Permadi Arya sejak awal sudah diprediksi sulit dijerat hukum. Justru itu kata Pigai sendiri, karena ia dilindungi kakak pembina. Siapa nama kakak pembina itu, tidak sampai namanya ia ungkap. Mungkin Pigai cuma ngigau tentang kakak pembina itu.
Penodaan Agama
Tinggalkan saja kasus rasisme tentang evolusi manusia yang debatable. Meski orang bisa simpulkan apa yang disampaikan Permadi Arya dalam Twitternya yang ditujukan pada Pigai, itu mengacu pada teori evolusi dari Charles Darwin.
Permadi Arya tentu bukan belut, meski licin. Ia pun secara harkat tidak sehebat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, saat itu Gubernur DKI Jakarta, pun saat melakukan perbuatan penodaan atas agama, ia pun diproses dan masuk penjara.
Jadi kita lihat saja kasus Permadi Arya, soal penodaan agama, apa bisa juga sampai ia ditetapkan sebagai tersangka, lalu dibawa ke pengadilan. Kita tagih janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang menyatakan akan menjadikan hukum tidak hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas.
Baca: FB Hapus Akun Abu Janda, #PermadiAryaBosSaracen membahana
Berikut perlu diungkap utuh apa yang ditulis Permadi Arya lewat Twitternya, Senin (25/1/2021), “Islam memang agama pendatang dari Arab, Agama Asli Imdonesia itu Sunda Wiwitan, Kaharingan dll. Dan memang arogan, mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan. Kalau tidak mau disebut arogan, jangan injak2 kearifan lokal.”
Habiburokhman, punggawa Partai Gerindra lainnya, menyebut apa yang dicuitkan Permadi Arya itu lebih parah dari kasus Ahok yang lalu.
“Saya rasa ini lebih parah dari kasus Ahok tempo hari. Saya percaya Polri akan profesional memproses kasus ini,” kata pendiri Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), yang saat lalu juga melaporkan kasus Ahok itu.
Kita lihat dan uji “kesaktian” Permadi Arya itu sampai di mana. Publik sedang menanti episode lanjutan dari kasusnya itu, berhenti atau lanjut ke pengadilan. Biar itu nanti jadi catatan dalam sejarah hukum dan keadilan di negeri ini. (*)
Kolumnis, tinggal di Surabaya