Hidayatullah.com—Perdana menteri Libya yang baru Ahmad Maetig mendapatkan dukungan dari wakil rakyat di parlemen, meskipun ada ancaman dari jenderal pembangkang Khalifa Haftar yang mengatakan parlemen saat ini tidak punya legitimasi.
Mosi kepercayaan diberikan parlemen lewat dukungan 83 suara dari 94 politisi yang menghadiri rapat Kongres Umum Nasional — sebutan untuk parlemen Libya saat ini– hari Ahad (25/5/2014), kata anggota parlemen Muhammad Laamari kepada AFP.
Sebuah istana di timur ibukota Tripoli yang menjadi tempat rapat Kongres mendapatkan penjagaan ketat. Rapat harus menunggu selama berjam-jam agar kuorum terpenuhi.
Reporter Aljazeera di Tripoli melaporkan, saat rapat digelar tampak kendaraan-kendaraan militer mengawal ibukota dengan ketat. Suasananya tegang dan sangat berbahaya. Orang-orang antri menarik uangnnya dari bank-bank.
Maetig diangkat sebagai perdana menteri dalam situasi pemilihan yang kacau di parlemen pada awal Mei ini.
Kabinet Maetig akan menggantikan kabinet pimpinan perdana menteri sementara Abdullah Al-Thani yang mundur bulan lalu di tengah-tengah tidak adaanya penegakan hukum di Libya, di mana banyak terjadi bentrokan bersenjata, peledakan dan penculikan. Al-Thani menggantikan Ali Zeidan yang mundur dan mengasingkan diri ke Eropa.
Empat posisi dalam kabinet saat ini masih kosong, termasuk menteri luar negeri dan menteri kesehatan.
Maetig merupakan perdana menteri Libya paling muda dan yang kelima sejak pemimpin Libya Muammar Qadhafi digulingkan dari kekuasaan dan dibunuh oleh kelompok pemberontak dukungan NATO.
Kelompok bersenjata yang setia kepada mantan petinggi militer berpangkat jenderal Khalifa Haftar hari Ahad pekan lalu (18/5/2014) menyerang gedung parlemen.
Haftar yang memimpin kelompok militer dan militan yang memerangi kelompok Islam, mengatakan parlemen –yang didalamnya saat ini banyak politisi berlatar belakang Islam– sudah kehilangan legitimasinya.
Sejak Qadhafi dibunuh, pemerintahan di negara kaya minyak di Afrika Utara itu tidak pernah berlangsung lama. Negara mengalami kekacauan sebab tidak ada hukum yang ditegakkan. Kelompok-kelompok saling berebut pengaruh dan milisi-milisi saling melancarkan serangan demi mendapatkan kekuasaan.*