Hidayatullah.com–Perusahaan energi Thailand PTTEP mengatakan akan mengambil alih pengoperasian ladang gas vital Yadana di Myanmar menyusul hengkangnya raksasa global Chevron dan TotalEnergies pada bulan Januari.
Perusahaan Amerika dan Prancis itu mengatakan mereka menarik diri dari Myanmar menyusul meningkatnya tekanan internasional dari kelompok-kelompok hak asasi manusia untuk memutuskan hubungan finansial dengan junta setelah kudeta militer tahun lalu.
Ladang gas Yadana di Laut Andaman menyediakan listrik ke Myanmar dan Thailand, satu dari beberapa proyek gas yang menurut Human Rights Watch merupakan sumber tunggal pendapatan terbesar negara Myanmar yang mendatangkan mata uang asing lebih dari $1 miliar per tahun.
Junta militer yang saat ini menguasai pemerintahan Myanmar memiliki kepentingan di sebagian besar perekonomian negara, termasuk minyak dan gas.
PTTEP – sebuah unit dari perusahaan energi milik negara Thailand PTT – akan mengambil alih operasi mulai 20 Juli, dan mengatakan, dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Senin (14/3/2022), bahwa kesinambungan dalam produksi gas dan mencegah gangguan terhadap permintaan energi.
Ladang gas tersebut menyumbang sekitar 50 persen dari permintaan gas Myanmar, kata PTTEP, dan sekitar 11 persen dari kebutuhan Thailand.
Dalam beberapa pekan terakhir, Myanmar dilanda serangkaian pemadaman listrik, memaksa orang-orang di ibukota komersial Yangon mengantri untuk mendapatkan air. Sementara junta menyalahkan kenaikan harga gas kepada serangan oleh petempur anti-kudeta militer.*