Hidayatullah.com—Hari Rabu, 6 April kemarin, Kota Sarajevo memperingati 30 tahun pembantaian etnis Muslim Bosnia. Konflik bersenjata internasional yang berlangsung dari tahun 1992 hingga 1995 itumenyebabkan genosida yang menewaskan ratusan ribu umat Islam Balkan.
Sarajevo, Ibu Kota Bosnia-Herzegovina telah menandai peringatan 30 tahun dimulainya pengepungan terkenal oleh pasukan Serbia selama perang Bosnia dengan memberikan penghormatan khusus kepada para korban serangan Rusia di Ukraina.
“Apa yang tidak dihentikan pada 1990-an di Bosnia menjadi lebih terlihat di seluruh Eropa dan dunia,” keluh Wali Kota Sarajevo Benjamina Karic di sebuah upacara, yang berlangsung di gedung Perpustakaan Nasional, simbol kehancuran selama pengepungan Sarajevo yang sekarang telah dibangun kembali.
Pada awal peringatan yang ditujukan untuk perlawanan ibu kota Bosnia selama 44 bulan pengepungan, diadakan upacara mengheningkan cipta selama satu menit, dilakukan untuk menghormati para korban perang di Bosnia, tetapi juga “warga sipil tak berdosa yang tewas di Ukraina”.
“Apa yang diperkirakan akan tetap ada dalam sejarah aib manusia akan kembali … melalui kebrutalan, perusakan, dan ideologi fasis dengan pakaian baru,” kata Karic, yang baru berusia satu tahun ketika pengepungan dimulai pada 5 April 1992.
Dalam pembantaian Muslim Bosnia, pasukan Serbia Bosnia menewaskan lebih dari 11.000 orang selama pengepungan yang berlangsung dari tahun 1992 hingga 1996, termasuk 1.600 anak-anak dan remaja. Lebih dari 50.000 orang terluka.
“Dulu dunia melihat kami menderita dan sekarang kami hanya melihat (Ukraina) menderita dan tidak ada yang bisa kami lakukan untuk membantu mereka,” kata Arijana Djidelija, seorang guru sekolah dasar berusia 52 tahun dikutip TRTWorld.
“Ini adalah perasaan yang sangat aneh dan sulit,” tambahnya.
‘Sarajevo tidak pernah menyerah’
Hari ini, pengepungan Mariupol, di tenggara Ukraina, dan penemuan banyak mayat di kota Bucha, dekat Kiev, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia, sama seperti kebrutalan pengepungan Sarajevo tiga dekade lalu. Saat berbicara tentang Sarajevo, walikota tampaknya mencari kata-kata penyemangat untuk kota-kota Ukraina yang terkepung.
“Dari kota ini –– simbol perlawanan –– kami mengatakan bahwa terlepas dari semua kengerian, jangan pernah kehilangan harapan dan menyerah berjuang untuk hari esok yang lebih baik,” kata Karic.
“Ditinggalkan oleh hampir semua orang, tanpa senjata, tanpa listrik, tanpa air, tanpa makanan, tanpa gas, Sarajevo tidak pernah menyerah.”
Perang antar-komunal Bosnia telah menewaskan hampir 100.000 orang. Menurut analisis oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY), lebih dari 100.000 orang tewas selama Perang Bosnia, dan setidaknya 70 persen dari mereka adalah etnis Muslim Bosnia.
Menyusul pengakuan Bosnia sebagai negara merdeka pada tahun 1992, orang-orang Serbia Bosnia yang didukung oleh presiden Serbia, Slobodan Milosevic, memulai kampanye untuk membersihkan wilayah Bosnia secara etnis.
Lebih dari dua juta orang menjadi pengungsi selama konflik, menurut Komisi Hak Asasi Manusia PBB (UNHCR).*