Hidayatullah.com– Remaja usia belasan tahun di Jepang yang mengidentifikasi dirinya sebagai lesbian, gay, biseksual, transgender dan sejenisnya (LGBTQ), sebanyak 48 persen memikirkan untuk bunuh diridan 14 persen beusaha menghilangkan nyawa mereka sendiri tahun lalu.
Demikian menurut sebuah suvei daring yang dilakukan pada bulan September oleh ReBit, sebuah organisasi nirlaba untuk membantu anak muda yang memiliki kecenderungan seksual tidak normal alias menyukai sesama jenis atau merasa dirinya terperangkap di tubuh gender yang salah. Survei melibatkan 2.600 responden berusia antara 12 dan 34.
“Kalangan minoritas seksual sudah tercakup dalam kebijakan pemerintah untuk pencegahan bunuh diri dan sokongan bagi mereka yang merasa kesepian dan terisolasi. Namun, mereka umumnya masih belum mendapatkan perhatian di tingkat wilayah prefektur dan daerah,” kata Mika Yakushi, ketua ReBit. “Kita perlu memberikan bantuan secara menyeluruh,” imbuhnya.
Ketika ReBit membandingkan jawaban para remaja yang diberikan dalam survei nasional perihal kesadaran tentang isu bunuh diri yang dilakukan oleh Nippon Foundation tahun 2021, persentase mereka yang mempertimbangkan untuk bunuh diri dan yang berusaha bunuh diri tahun lalu angkanya tiga atau empat kali lebih tinggi di kalangan minoritas seksual (LGBT).
Survei baru oleh ReBit itu juga menunjukkan bahwa 29 persen remaja LGBTQ+ sering atau selalu merasa kesepian.
Angka itu kontras dengan jawaban atas pertanyaan serupa yang diberikan oleh kelompok usia 16-19 tahun dalam survei Sekretariat Kabinet tahun lalu, yang menunjukkan hanya 3 persen, lapor Asahi Shimbun (11/11/2022).
Survei ReBit mendapati bahwa responden mulai merasakan ada yang berbeda dengan seksualitasnya rata-rata di usia 14,3 tahun. Kebanyakan dari mereka pertama kali mengungkap dirinya sebagai LGBTQ+ ke orang lain saat berusia 18,5 tahun.
Temuan itu mengindikasikan banyak anak remaja kesulitan membicarakan perihal seksualitas di masa mereka pelajar SMP atau SMA.
Hasil survei dipublikasikan bertepatan dengan Spirit Day 20 Oktober, yang awalnya diadakan di Amerika Serikat menyusul insiden bunuh diri seorang gay akibat perundungan dan insiden lainnya.*