Hidayatullah.com–Seorang pejabat senior Fatah hari Senin (07/01/2013) mengatakan bahwa Presiden Mahmoud Abbas akan bertemu dengan Presiden Mesir Muhammad Mursy untuk melakukan pembicaraan, termasuk rekonsiliasi nasional Palestina.
Azzam Al-Ahmed, anggota Komite Sentral Fatah dan kepala tim untuk pembicaraan rekonsiliasi dengan Hamas di Kairo, mengatakan, para pemimpin akan bertemu di ibukota Mesir Rabu.
Kedua pemimpin “akan membahas proposal rekonsiliasi, hubungan bilateral dan langkah-langkah politik untuk tahap mendatang.”
Dia menambahkan bahwa pertemuan itu akan “menentukan gerak langkah berikutnya guna mengakhiri perpecahan internal Palestina.”
Pejabat Fatah itu, sebagaimana dikutip Saudi Gazette, Selasa (8/1/2013), mengatakan bahwa “tidak ada pertemuan antara Presiden Abbas dan Kepala Politik Hamas Khaled Misy’al selama kunjungan Kairo.”
Pada hari Minggu, pemimpin Fatah yang dipenjarakan Marwan Al-Barghouti menyerukan “Musim Semi Palestina” untuk mendorong Fatah dan Hamas mengakhiri sengketa mereka dan mencapai kesatuan.
Dia juga menyatakan menentang terhadap pembubarkan Otoritas Palestina dan menyerukan kajian komprehensif dari kinerja dan tugas.
Al-Barghouti, 53, yang menjalani hukuman lima tahun di penjara Israel karena perannya dalam serangan militer terhadap Zionis Israel selama intifada kedua, menyerukan warga Palestina untuk meluncurkan protes luas di Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk memaksa Hamas dan Fatah mengakhiri perselisihan mereka.
“Saya menyerukan kepada rakyat Palestina dan pemuda untuk mengambil inisiatif mendorong memaksakan persatuan,” kata Al-Barghouti dalam suratnya dari penjara Israel di Hadarim. “Saya meminta mereka untuk turun ke jalan di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan di mana saja, melakukan protes di depan kantor faksi-faksi Palestina sampai perpecahan itu diakhiri.”
Palestina tidak harus menunggu Mesir atau negara lain mendorong rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah, katanya. “Kita perlu rekonsiliasi sekarang dan tanpa penundaan,” tegasnya.
Al-Barghouthi mengkritik faksi Fatah karena gagal mengadakan pemilihan internal dan reformasi. Dia menunjukkan bahwa pemilu terakhir di Tepi Barat menunjukkan bahwa Fatah masih lemah dan bingung.
Hamas dan Fatah telah berjanji bekerja keras untuk mengakhiri perbedaan mereka pasca-agresi Zionis Israel dan keberhasilan Palestina meng-upgrade status sebagai ‘Negara Pengamat Bukan Anggota” di PBB.
Setelah agresi November di Jalur Gaza, para pejabat Fatah, termasuk Komite Sentral Gerakan Nabil Sha’ath, ikut ambil bagian dalam perayaan “kemenangan” yang diselenggarakan oleh Hamas dan Jihad Islam.
Pada Desember, Otoritas Palestina memperbolehkan Hamas mengadakan ulang tahun ke-25 di Tepi Barat untuk pertama kalinya sejak lima tahun sebagai tanda perbaikan hubungan antara pihak-pihak yang bersaing. Pemerintah Hamas, sementara itu juga memperbolehkan Fatah menandai ulang tahun ke-48 di Jalur Gaza.
Pada bulan Mei 2012, Fatah dan Hamas menandatangani kesepakatan rekonsiliasi di Kairo untuk mengakhiri sekitar lima tahun perpecahan internal. Perpecahan melebar pada tahun 2007, ketika Hamas, yang memenangkan pemilihan parlemen pada 2006, mengalahkan pasukan yang setia pada Abbas dan mengambil alih Gaza.
Sejak itu, perwakilan dari dua gerakan mengadakan beberapa pertemuan di luar negeri, tapi gagal untuk menyelesaikan hambatan, terutama pembentukan pemerintah sementara, penentuan perdana menteri baru, isu paspor, dan tahanan politik.*