Hidayatullah.com–Harga pangan dunia yang melonjak 30 persen dalam dua bulan pertama tahun ini dapat mendorong jutaan orang Asia ke dalam kemiskinan yang ekstrim dan memotong pertumbuhan ekonomi, kata Bank Pembangunan Asia (ADB).
Gejolak harga yang diterjemahkan dalam bentuk inflasi pangan domestik, rata-rata sebanyak 10 persen di banyak negara Asia, dapat mendorong 64 juta orang ke dalam kemiskinan. ADB juga mengatakan dalam laporannya, sebagaimana diberitakan Arab News, Rabu (27/4), hal itu akan mengikis standar hidup keluarga yang sejauh ini sudah hidup dalam kemiskinan.
Harga makanan telah terdorong lebih tinggi akibat lonjakan harga minyak, kekurangan produksi akibat cuaca buruk, dan pembatasan ekspor oleh beberapa negara penghasil makanan.
Jika makanan yang tinggi itu dan harga minyak bertahan sampai sisa tahun ini, hal ini bisa memotong sebanyak 1,5 persen dari pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang di Asia, kata laporan itu.
Beberapa negara akan terkena lebih keras daripada yang lain. Singapura sangat rentan terhadap inflasi karena ‘kota-negara kecil’ itu harus mengimpor semua makanannya. Di sisi lain, Korea Selatan, dengan makanan menyumbang bagian yang relatif kecil dari indeks harga konsumen, perekonomian akan turun lebih ringan.
Meningkat pesatnya biaya makanan ini merupakan kemunduran serius bagi wilayah yang telah cepat kembali pulih dari krisis ekonomi global.
Penurunan stok biji-bijian, permintaan tinggi dari negara-negara Asia dengan populasi besar — yang tumbuh lebih makmur, dan berkurangnya jumlah lahan pertanian, akan terus menjaga harga pangan yang tinggi dalam jangka pendek.
Kepala Ekonom ADB Changyong Rhee mengatakan, larangan ekspor makanan dan langkah-langkah jangka pendek lainnya harus dihindari. Sebaliknya, ia mendesak pengeluaran yang lebih besar untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan investasi lebih banyak untuk memperbaiki irigasi, penyimpanan makanan, dan infrastruktur lainnya.
“Jika kondisi ini tidak dicegah, krisis pangan buruk akan merusak upaya dalam penanggulangan kemiskinan yang dibuat di Asia,” katanya.
Keluarga miskin di Asia merupakan yang terkena lebih keras oleh inflasi harga pangan karena mereka menghabiskan sebanyak 60 persen dari pendapatan mereka pada makanan, suatu proporsi yang lebih tinggi dibanding rakyat di negara maju. Negara-negara berkembang di Asia adalah rumah bagi dua pertiga penduduk miskin di dunia – sekitar 600 juta orang – yang hidup dengan $ 1,25 (sekitar Rp 13 ribu) per hari atau bahkan kurang.
Sebaliknya, orang-orang di Amerika Serikat dan negara-negara kaya lainnya hanya menghabiskan sekitar 15 persen dari pendapatan mereka pada makanan, sehingga naiknya harga makanan tidak terlalu berdampak pada dompet mereka. Bahkan banyak makanan yang dijual di negara-negara kaya merupakan hasil proses (manufaktur), sehingga dapat menikmati biaya akhir yang lebih besar.
ADB merupakan pemberi pinjaman pembangunan dengan misi mengurangi kemiskinan melalui pinjaman, hibah, dan proyek-proyek bantuan.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), harga pangan global melonjak 34,2 persen pada Februari –lebih tinggi pada bulan yang sama pada tahun lalu, setelah naik 28,4 persen pada Januari. Gejolak sereal, minyak nabati, dan harga daging, berada di balik meningkatnya hanya pangan itu.
FAO memperingatkan bahwa 29 negara di Afrika, Asia, Timur Tengah, dan Amerika Latin, dan Karibia, akan membutuhkan bantuan makanan. Afghanistan dan Pakistan termasuk negara yang akan menghadapi kekurangan pangan parah di sebagian karena faktor-faktor kerusuhan sosial dan konflik etnis.
Kamboja dan Laos juga menghadapi prospek yang tidak menguntungkan bagi tanaman karena hujan yang tertunda dan tidak menentu.*
Keterangan foto: Kondisi penduduk miskin di Indonesia.