Hidayatullah.com—Kelompok-kelompok bersenjata di Sudan Selatan memperkosa para gadis, membakar kota-kota dan menjarah suplai bantuan, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa dan para diplomat hari Selasa (12/5/2015).
Lebih dari 300.000 warga sipil terlantar tanpa mendapatkan bantuan untuk hidup di negara bagian Unity, setelah PBB dan organisasi-organisai kemanusiaan menarik diri dari wilayah utara Sudan Selatan itu karena terjadi pertempuran sengit sehingga 100.000 orang terpaksa meninggalkan rumahnya.
PBB mengatakan bocah-bocah lelaki hingga yang termuda usia 10 tahun diculik untuk dijadikan tentara oleh kelompok-kelompok bersenjata setempat.
Misi penjaga perdamaian PBB menerima laporan dari wilayah Guit dan Koch, yang termasuk dalam negara bagian Unity, bahwa kota dan desa di sana dibakar serta dijarah, penduduk dibunuh, anak-anak lelaki hingga yang terkecil usia 10 tahun diculik, perempuan dan anak gadis diperkosa, serta warga setempat dipaksa meninggalkan rumah mereka.
Pasukan pemerintah sedang bergerak mendekati kota Leer, daerah di mana terdapat banyak sumber minyak Sudan Selatan yang saat ini dikuasai kelompok oposisi.
Ketua Palang Merah Internasional Sudan Selatan Franz Rauchenstein mengaku sangat khawatir dengan hal itu, sebab jarak kedua kubu pasukan semakin dekat.
Palang Merah Internasional sudah menarik stafnya dari Leer, disebabkan meningkatnya pertempuran antara kubu pasukan pendukung Presiden Salva Kiir dengan oposisi pimpinan Riek Machar.
Hari Selasa (12/5/2015) Rauchenstein mengatakan kepada AFP bahwa sekitar 120.000 warga sipil saat ini menjadi pengungsi di Leer.
Sudan Selatan dilanda perang saudara sejak Desember 2013. Aksi saling bunuh di antara warga diwarnai dengan pertempuran antar kelompok etnis, pemerkosaan, serta serangan terhadap warga sipil dan penghancuran sejumlah bangunan.
Perang saudara itu terjadi tidak lama setelah Sudan Selatan melepaskan diri dari Sudan lewat referendum.*