Sambungan artikel PERTAMA
DI ABAD ke-21 ini, Islam bukan agama yang asing bagi Eropa. Jerman dan Prancis memiliki jumlah Muslim terbesar di Eropa, masing-masing 4,8 juta serta 4,7 juta jiwa. Negara-negara seperti Bosnia-Herzegovina dan Kosovo bahkan didominasi oleh para Muslim. Di Polandia, agama Islam telah muncul di sensus negara tersebut sejak abad ke-17 sejak kedatangan etnis Tatar.
Terlepas dari agama apa yang dipeluk para imigran, masalah yang dihadapi Eropa adalah peningkatan jumlah manusia yang masuk ke teritori mereka. Tahun 2015 menandai peningkatan 51% jumlah imigran yang datang ke Eropa, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, menandakan lonjakan pendatang lebih besar dari daerah manapun di dunia.
Alasan yang paling sering digunakan oleh anti-imigran Muslim adalah para orang asing, terutama Muslim, gagal melakukan asimilasi dengan cara hidup orang Eropa yang didominasi pemeluk Kristiani. Kerusuhan di daerah yang didominasi imigran di Paris digunakan sebagai bukti. Ketakutan Eropa akan anak-anak muda Muslim yang akan mengambil posisi-posisi strategis di lapangan pekerjaan akan membawa pandangan ekstrim agamanya juga muncul, meski sebenarnya alasan anak-anak muda ini pindah ke Eropa demi menghindari pandangan ekstrim tersebut. Serangan teroris di Prancis, Belgia, Denmark, dan tempat-tempat lain juga tidak menolong reputasi Islam.
Namun bagi Sezen Coskun, seorang imigran Turki generasi kedua yang lahir dan dibesarkan di Berlin, Jerman, masalah bukan terletak di imigran. Masalah terletak di penduduk asli Eropa. “Di negaraku, aku tidak dianggap sebagai orang Jerman, meski aku lahir dan tumbuh besar di sini. Aku bukan orang Turki-Jerman. Aku orang Jerman saja,” ujar Coskun. Wanita ini menabahkan, bahwa dirinya bangga akan pemerintahnya yang memutuskan untuk membantu ratusan ribu pengungsi dan migrant dari Timur Tengah, tetapi dirinya juga khawatir akan masa depan para pengungsi.
“Kita harus bertindak cepat dengan memilki program khusus. Kita harus mengajari mereka Bahasa Jerman, membantu mereka mendapatkan pekerjaan, serta memasukkan anak-anak mereka ke sekolah. Ini penting karena jika seseorang merasa tidak diterima atau tidak dibutuhkan oleh masyarakat, mereka akan merasa terasing, dan dari sini banyak masalah timbul,” ujar Coskun, yang turut mendirikan kelompok bernama Typisch Deutsch (Tipikal Jerman) yang memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa tidak penting latar belakang seseorang, asosiasi tipikal Jerman harus berubah.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Seperti telah dibeberkan, persepsi Eropa harus digeser. Karena sejarah telah mebuktikan bahwa Islam dapat tinggal di Eropa dan Eropa tetap menjadi benua yang damai. Jika ada seseorang seperti politisi Belanda Geert Wilders, misalnya, yang mengatakan bahwa dirinya menginginkan ‘lebih sedikit Islam’ di Eropa, maka dia menyangkal sejarahnya sendiri. Karena menuliskan sejarah Eropa tanpa menyertakan Islam adalah hal yang amat sulit dilakukan.* (berbagai sumber)