Hidayatullah.com–Hari Ahad (10/04/2016) kemarin, Pesantren Al Hikam Bogor mengadakan kegiatan Majelis Talaqqi, mengundang Prof. Dr. Ahmad bin Abdurrazzaq Ali Thaha Al Husaini, Guru Besar di Global University Libanon, dalam membacakan dan menjelaskan matan Kitab Al-Fiqh Al-Akbar sehingga menyerahkan sanad kepada seluruh peserta.
Kegiatan langka yang dilaksanakan di Lantai 3 Gedung Kulliyatul Qur’an ini mengundang antusias yang cukup banyak dari masyarakat, khususnya dari kalangan pesantren dan penuntut ilmu.
Kitab Al-Fiqh Al-Akbar adalah kitab akidah fenomenal, ditulis oleh Al-Imām Abu Hanīfah r.a. (80-150 H), menjadi kitab akidah tertua yang pernah ditulis dalam sejarah peradaban Islam.
Kitab ini ditulis di masa tabi’in mulai muncul penyimpangan akidah khususnya dari kelompok-kelompok sempalan Khawarij, Qadariyah dan Murjiah.
Al-Imam Abu Hanifah hadir di garda terdepan untuk membela akidah Ahlus Sunnah wa al-Jāma’ah dari berbagai syubhat.
Kitab yang tidak terlalu tebal ini (dalam teks matan yang diberikan terdiri atas 42 halaman) di-talaqqi mulai pukul 10 pagi dan berakhir tepat ketika adzan maghrib berkumandang.
Syaikh Al Husaini mengawali pembacaan kitab ini dengan menjelaskan prinsip-prinsip mendasar akan akidah Ahlus Sunnah wa al-Jāma’ah.
Menurutnya, periode paling mu’tamad ada pada 3 abad pertama (periode Sahābat, Tābi’in dan Atba’ut Tābi’īn). Kata ‘qarn’ menurut Ibn Asakir bermakna 100 tahun (1 abad). Syaikh juga menerangkan tentang hadits perpecahan 73 golongan dari umat Islam, dimana kalaupun 72 golongan yang masuk ke nerakanya Allah Subhanahu Wata’ala itu berhimpun, totalnya masih sangat kecil dibandingkan golongan yang ke-73.
Golongan ke-73 inilah golongan yang selamat, firqah an-nājiyah, yang jumlahnya sangat besar, as-sawādul a’zham, dan di dalamnya Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabat berada.
Al-Imam Ibn Hajar al-Atsqalāni menerangkan tentang hal ini juga dalam Kitabnya Al-Kāfi Asy-Syāfi fi Takhrij Ahādits al-Kasyyāf.
Pemikiran mu’tazilah mulai tersebar luas awal tahun 260 H, dan di awal abad ke 4 H, umat ini dihadirkan dua tokoh pembela Ahlus Sunnah yakni Imam Al-Asy’ari dan Imam Maturidi.
Kedua ulama ini tidak membuat konsep akidah baru, namun keduanya memformulasikan dari ajaran Nabi ﷺ dengan sanad yang shahih kepada para sahabat. Mereka menuliskan dalil-dalil aqli dan naqli dan sekaligus bantahan terhadap kelompok-kelompok di luar Ahlus Sunnah.
Inilah mengapa terma Ahlus Sunnah dinisbatkan kepada kedua ulama ini, sehingga Imam as-Sayyid al-Murtadha al-Husaini az-Zabidi al-Hanafi dalam Ithaf Sadat al-Muttaqin bi Syarhi Asrar Ihya’ Ulumuddin menggelari keduanya sebagai Khatim al-Lughawiyyin.
Sejak saat itulah muai banyak buku yang ditulis tentang tema-tema akidah, dan umumnya para penulisnya adalah seorang pendukung Asy’ari dan Maturidi.
Syaikh juga mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dan Ahmad bahwa kelak Konstantinopel (Istanbul) akan ditaklukkan oleh seorang panglima, sebaik-baik tentara, beliau dan pengikutnya, yakni Sultan Muhammad al-Fatih (w. 886 H), dan dia juga seorang pendukung Asy’ari dan Maturidi.
Al-Fatih dikenal sebagai sosok yang meyakini bahwa Allah tidak menyerupai makhluk, tanpa arah dan tempat dan juga seorang sufi.
Terkait Imam Abu Hanifah r.a., Syaikh menjelaskan bahwa ia hidup dari generasi salah sehingga menjadi pemuka ulama salaf, maka wajar karyanya menjadi rujukan paling utama dan tertua, padahal ia seorang Persia (terkait asal Persia ini terdapat penguat hadits dari Bukhari dan Muslim).
Ulama salaf pada umumnya sangat mementingkan penjelasn akidah, sehingga Imam Abu Hanifah r.a. pergi dari Basrah ke Kufah. Dalam perjalan 1 bulan lamanya sebanyak 20 kali dalam hidupnya hanya untuk meluruskan penyimpangan akidah.
Hal yang sama dijumpai pada Imam Syafi’i r.a. yang menulis tema akidah sebelum menulis kitab fiqh. Al Imam Abu al-Muzhaffar al-Asfarayini (w. 471 H) dalam At-Tabshir fi ad-din menegaskan siapa yang ingin memahami akidah Ahlus Sunnah maka lihatlah kepada apa yang telah dibukukan oleh Al Imam Abu Hanifah dan Al Imam Syafi’i, dan tidak ada perbedaan di antara keduanya sama sekali.*/ Wido Supraha