Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Imam Nawawi
Imbas Terorisme
Pasa penembakan di Paris, Prancis Jumat (13/11/2015) yang menewaskan 153 jiwa, masjid-masjid di Amerika Serikat (AS) dan Kanada mengalami peningkatan vandalisme dan ancaman.
Pusat kegiatan Islam menerima pesan telepon bernada kebencian dan sejumlah masjid dikotori grafiti, dibakar dan pesan balas dendam. Demikian dilaporkan BBC, Kamis (19/11/2015).
Di Kanada, seorang pria ditahan polisi setelah mengeluarkan video mengancam warga Muslim di Quebec.
Dengan mencoreng wajahnya, dia mengatakan dirinya akan membunuh “satu warga Arab per minggu”.
Peningkatan perasaan anti-Muslim terjadi setelah 129 orang tewas dan lebih 350 terluka karena serangan senjata dan bom terkait milisi kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS.
“Keadaannya semakin suram,” kata Ibrahim Hooper dari Council on American-Islamic relations (CAIR) yang bermarkas di Amerika.
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan, dirinya “sangat terganggu” setelah terjadinya pembakaran masjid Kawartha Muslim Religious Association di Peterborough, Ontario.
Apabila hal demikian telah menjadi data dan hampir bisa dipastikan bahwa setiap muncul apa yang disebut media Barat sebagai terorisme kemudian Islam akan menjadi kambing hitam.
Maka, kita paut curiga sejatinya terorisme tidak lebih dari sebuah ‘permainan’ yang sengaja diciptakan untuk melegalkan segala macam intimidasi atau bahkan teror itu sendiri terhadap umat Islam.
Sebagaimana kata terorisme dimulai sejak terjadinya tragedi Black September di Pentagon AS, pada 20 septermber 2001 presiden Amerika Serikat George Bush menyampaikan pidato di depan kongres Amerika Serikat. Inti pidato tersebut terangkum dalam kalimat “setiap bangsa, di belahan bumi mana pun, kini harus membuat keputusan. apakah mereka bersama kita atau bersama teroris (either you are with us or you are with the terrorists).”
Uumat Islam jelas menjadi kambing hitam oleh Barat,
Teror Ekonomi
Tetapi apakah terorisme itu bersifat mutlak? Tidak, tergantung apakah simetris dengan kepentingan Barat atau tidak. Dalam kasus Israel – Palestina, aksi-aksi perlawanan Palestina kerap disebut sebagai aksi terorisme. Sementara pembunuhan yang dilakukan tentara Israel terhadap warga sipil bahkan anak-anak tidak terkategori terorisme.
Bagaimana tidak adilnya Barat (termasuk medianya) ketika memandang tindakan orang Palestina mempertahankan diri dari penjajahan Zionis-Israel disebut terorisme sedangkan tindakan Israel disebut kotra terorisme. Artinya sudah ada keberpihakan yang tidak adil dalam hal ini.
Yang tidak kala penting, selain menghadapi permainan terorisme politik Barat, umat Islam sedang menghadapi teror ekonomi. Termasuk yang terjadi di negeri ini.
Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Dr Pratikno mengatakan hingga saat ini aset negara sekitar 70-80 persen telah dikuasi bangsa asing.
“Kondisi bangsa kita saat ini sudah mengkhawatirkan sehingga tanpa dukungan dan kebijakan oleh semua elemen bangsa maka lambat laun seluruh aset akan jatuh ke tangan orang asing,” katanya saat membawakan arahan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan Keluarga Alumni UGM (KAGAMA) menyambut pra Munas XII 2014 di Kendari, Sabtu,” seperti dilansir laman suarapembaruan.com pada 13 November 2013.
Perusahaan-perusahaan multinasional tidak saja menjarah kekayaan alam negeri ini, tetapi lebih jauh bahkan bisa mengendalikan arah kebijakan negara. Ramainya kasus kontrak Freeport hingga detik ini mungkin bisa dibingkai dalam istilah tersebut, yakni teror ekonomi.
Lihat saja sejauh ini, rakyat Papua sebagai penduduk yang menempati wilayah kaya emas, apakah mereka yang diuntungkan dengan adanya Freeport atau malah Amerika?
Faktanya, hingga kini Freeport ingin bebas melenggang menambang emas di bumi Cenderawasih itu tanpa aturan yang mengatur mereka.
Dengan kata lain, ketika dunia terkecoh dengan terorisme yang boleh jadi di desain untuk kepentingan besar Barat (Israel) sebagai peradaban, di saat yang sama teror ekonomi yang jauh lebih mengerikan dibiarkan berlangsung secara membabi buta.
Hendaknya pemerintah RI cerdas dalam menyikapi ini. Mungkin perlu mengingatkan warganya untuk tidak terjerumus pada tindakan terorisme, tetapi menyelamatkan rakyat dari teror ekonomi perusahaan asing jauh lebih penting untuk dilakukan, kalau memang ingin mewujudkan amanah UUD 1945 secara tulus, berani, jantan dan visioner.
Karena masalah inti dunia internasional hari ini sejatinya adalah kesenjangan ekonomi bukan bom-bom dan stigma yang direkayasa orang asing. Sadarlah!
Penulis sekretaris INISIASI-Hidayatullah