Mahdi Darius Nazemroaya menulis sebuah artikel berjudul “Libya: Are the US and EU Pushing for Civil War to Justify NATO Intervention?” di Voltairenet (25/2) yang menyoroti pergolakan di Libya. Mungkinkah ketegangan di Libya yang sedang terjadi sekarang ini adalah sebuah rekayasa pihak asing dengan tujuan menguasai sumber energi Libya, dengan cara memanfaatkan kediktatoran Muammar Qadhafi serta ketegangan di kawasan Afrika Utara dan Arab dan mendorong negara itu terjebak dalam perang saudara, sehingga pihak asing seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan NATO punya alasan untuk melakukan intervensi militer. Akankah Libya menjadi Iraq dan Afghanistan selanjutnya?
Nazemroaya adalah seorang sosiolog mutidisiplin dan sarjana di Kanada. Dia merupakan seorang research associate di Centre for Research on Globalization (CRG) dengan bidang khusus isu-isu geopolitik dan strategis. Dia juga seorang pengajar dan penulis masalah Timur Tengah, Asia Tengah dan bekas Uni Soviet. Karyanya telah dipublikasikan dan dikutip dalam berbagai bahasa termasuk Inggris, Spanyol, Prancis, Jerman, Italia serta Rusia.
Hidayatullah.com menyajikan tulisan ini dalam dalam dua bagian semata-mata untuk kenyamanan pembaca. Bagian 1 baca di sini.
Kepentingan Asing di Libya
Qadhafi dan putra-putrannya menjalankan Libya seperti kekayaan milik pribadi. Mereka telah menghambur-hamburkan kekayaan dan sumber daya alam di kalangan mereka sendiri dan para pejabat. Salah satu putra Qadhafi diketahui membayar penyanyi Amerika Beyoncé Knowles satu juta atau lebih dolar Amerika untuk sebuah konser musik pribadi. [10]
Posisi dan tindakan perusaahan asing asal AS dan Uni Eropa terhadap Libya juga tidak boleh diabaikan. Mempertanyakan peran pemerintah dan perusahaan-perusahaan asing di Libya sangat penting. Pemerintah Italia dan AS harus ditanyai tentang peran yang dimainkan di Libya oleh pilot-pilot berkebangsaan Italia dan persenjataan AS yang baru dibeli. Sangat jelas terlihat bahwa demokrasi hanya digunakan sebagai dalih melawan diktator dan pemerintah yang tidak tunduk dan melayani kepentingan AS dan Uni Eropa.
Lihat saja bagaimana Mutassim Qadhafi disambut dengan tangan terbuka di Washington pada 21 April 2009 oleh Hillary Clinton dan pemerintahan Obama, hal itu menunjukkan sikap pemerintah AS atas demokrasi dan cita-cita demokrasi. Dalam pertemuan mereka, Menlu Clinton secara terbuka mengatakan: Saya sangat senang menyambut Menteri Qadhafi di Departemen Luar Negeri. Kami sangat menghargai hubungan antara AS dan Libya. Kita memiliki banyak peluang untuk memperdalam dan memperluas kerjasama kita dan saya sangat mengharapkan untuk bisa membangun kerjasama ini. Jadi Pak Menteri, kami di sini menyambut dengan hangat.[11]
Apa yang ingin AS dan Uni Eropa lakukan sekarang adalah memaksimalkan keuntungan yang bisa mereka dapat dari Libya. Perang sipil sepertinya adalah yang terlintas dalam pikiran Brussel dan Washington untuk dilakukan dalam hal ini.
Mendorong Perang Saudara
Putra Qadhadi, Saif Al-Islam, dalam sebuah pidato yang disiarkan televisi membuat pernyataan tentang organisasi keagamaan mirip Taliban berusaha untuk mengambil alih atau menguasai Libya. Hal itu sama sekali tidak benar. Dia juga memperingatkan akan terjadi malapetaka dan perang saudara. Ini merupakan bagian dari upaya keluarga Qadhafi untuk mempertahankan kekuasaan atas Libya, namun jalan menuju perang saudara sedang terbuka di Libya. Di jajaran militer, Mahdi Al-Arab, wakil kepala staf militer Libya, mengatakan telah meninggalkan Qadhafi. [12] Namun demikian, Al-Arab telah mengubah posisinya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak ingin melihat Libya terperosok dalam perang saudara yang akan memungkinkan intervensi dan kendali pihak asing. [13] Inilah mengapa Al-Arab mencegah warga kota asalnya, Zawarah, bergabung dengan pemberontak dan bergerak menuju Tripoli yang tidak jauh jaraknya. [14]
Dorongan menuju perang saudara di Libya disulut dua faktor. Satu berupa sifat dari rezim Qadhafi. Dan lainnya adalah keingin pihak luar untuk memecah dan melemahkan Libya.
Sebagai otokrat paranoid, Qadhafi selalu berusaha agar rakyat Libya terpecah. Selama bertahun-tahun ada ketakutan bahwa putra-putra Qadhafi akan memulai perang saudara di antara mereka dan sebagian pejabat tinggi berusaha menunggangi untuk merebut kekuasaan begitu Qadhafi jatuh. Perang saudara berlatar belakang etnis, agama, atau suku bukanlah ancaman besar. Suku dan wilayah-wilayah bisa dikooptasi atau dijadikan sekutu, tapi orang-orang yang akan memicu perang sipil adalah para tokoh rezim. Ancaman perang sipil muncul dari persaingan di antara pejabat dalam rezim itu sendiri.
Api pemberontakan sedang disebarkan di seluruh Libya. Kekacauan di dunia Arab dipandang sebagai keuntungan bagi banyak lingkaran startegis di Washington, Tel Aviv, London dan markas-markas NATO. Jika Libya jatuh ke dalam perang saudara atau berhasil di balkanisasi, maka ini akan menguntungkan AS dan Uni Eropa dalam jangka panjang dan berdampak serius pada geo-politik.
Semua negara tetangga di Afrika Utara akan goyah dengan kejadian di Libya. Arfika Barat juga mungkin akan goyah, karena perbatasan suku-suku di Libya dan Chad meluas hingga negara seperti Niger, Aljazair dan Sudan. Hal itu juga akan berdampak signifikan pada Eropa dan energi global. Apa yang terjadi di Libya sekarang sudah dipergunakan untuk memvalidasi dorongan untuk mengendalikan Lingkaran Kutub Utara dan sumber-sumber energinya. [15]
Seperti Apa Akhir Qadhafi?
Sepertinya Qadhafi tidak akan memiliki jalan keluar dari kekuasaan seberuntung Ben Ali di Tunisia dan Mubarak di Mesir. Menemukan tempat pengungsian bagi Qadhafi tidak akan mudah. Secara umum Qadhafi akan dipandang sebagai sebuah beban oleh pemerintah lain, karena perilakunya yang tidak menentu. Juga bagi kebanyakan temannya.
Arab Saudi, yang bisa digambarkan sebagai tempat pelarian bagi para diktator Arab, kemungkinan besar tidak akan memberikan Qadhafi perlindungan. Hubungan Libya dengan Arab Saudi buruk. Dia juga dicari untuk diinvestigasi di Libanon. Secara umum, hubungan Qadhafi dengan para pemimpin kerajaan minyak Arab di kawasan Teluk Persia tegang dan buruk. Dia tidak akan diberi tempat mengungsi di manapun di Teluk Persia.
Secara umum, pemerintah-pemerintah Arab juga akan takut menerimanya. Dalam usahanya mencitrakan diri sebagai pahlawan rakyat, dia telah menghina banyak sejawatnya para diktator Arab. Namun demikian perlu dikatakan, bahwa pernyataan-pernyataan Qadhafi dalam pertemuan-pertemuan Liga Arab atau tentang Palestina dan Iraq jauh lebih populer atau jelas dibanding diktator Arab lainnya.
Qadhafi juga tidak akan mendapatkan tempat mengungsi di AS, Kanada, Turki, Iran, Jepang, China, Israel, India, Australia, Selandia Baru, atau Korea Selatan. Kemungkinannya juga kecil ada negara Amerika Latin, Eropa atau bekas Uni Soviet yang akan memberikannya tempat pelarian. Sebuah negara di sub-Sahara Afrika mungkin akan menjadi tempat pelarian Qadhafi.
Pilihan yang dimilikinya terbatas dan dia bertekad mempertahankan kekuasaan. Perang saudara terlihat menggantung di cakrawala Libya. Sangat kecil kemungkinannya dia akan meninggalkan Libya dengan tenang, dan Amerika Serikat beserta sekutunya bisa jadi sudah memperkirakan hal ini.
Pada tanggal 23-24 Februari 2010, dia bertemu dengan pemimpin tiga suku terbesar di Libya (Werfala, Tarhouna dan Weshfana), untuk mencari dukungan. [16] Sukunya sendiri, Qadhafa, mendukungnya dan sepertinya suku Madarha dan Awlad Slieman juga mendukungnya. [17]
Intervensi NATO dan Kontrol AS-UE
Libya selalu berseberangan dengan Pentagon selama bertahun-tahun. Menurut Wesley Clark, pensiunan jenderal yang pernah menjadi komandan tertinggi NATO, Libya berada dalam daftar milik Pentagon berisi negara-negara yang akan diinvasi, setelah Afghanistan yang dikontrol Taliban. Dalam daftar itu termasuk Iraq, Somalia, Sudan, Libanon, Suriah, dan terakhir Iran.
Clark sendiri mengatakan: Maka saya kembali untuk menemuinya [seorang pejabat tinggi militer di Pentagon] beberapa pekan kemudian, dan pada saat itu kami sedang membombardir Afghanistan. Saya berkata, ‘Apakah kita masih terus berperang dengan Iraq? Dan dia berkata, ‘Oh, bahkan lebih buruk dari itu’. Dia berjalan menuju mejanya. Dia mengambil secarik kertas. Dan dia berkata, ‘Saya baru mendapatkannya dari atas’–maksudnya kantor menteri pertahanan–‘hari ini’. Dan katanya lagi, ‘Ini adalah memo yang menjelaskan bagaimana kita akan menguasai tujuh negara dalam lima tahun, dimulai dengan Iraq, kemudian Suriah, Libanon, Libya, Somalia, Sudan dan terakhir Iran.'[18]
Dengan satu atau banyak cara semua negara yang tercantum dalam daftar telah diserang secara langsung maupun tidak langsung dan kesemuanya, kecuali Suriah dan Iran, telah menyerah pada AS dan sekutunya. Satu-satunya pengecualian adalah Iran dan sekutunya Suriah. Di Libanon, Amerika Serikat telah mendapatkan keuntungan parsial, tapi sekarang menurun seiring dengan melemahnya Aliansi 14 Maret pimpinan Hariri.
Libya memulai negosiasi rahasia dengan Washington pada tahun 2001, yang diwujudkan dalam pemulihan hubungan setelah Baghdad jatuh ke tangan pasukan Inggris dan Amerika tahun 2003. Namun AS dan sekutunya selalu ingin memperluas pengaruh mereka atas sektor energi Libya dan menguasai kekayaan Libya yang melimpah. Perang saudara menjadi alat penutup terbaik untuk menyembunyikan maksud tujuan mereka.
Waspada Intervensi Kemanusiaan
Rakyat Libya harus benar-benar waspada. Sangat jelas Amerika Serikat dan Uni Eropa saling memberikan dukungan. AS dan UE bukanlah sekutu rakyat merdeka. Dalam hal ini, AS mendukung Qadhafi dalam hal peralatan militer, sambil [pura-pura] mendukung “oposisi”.
Jika pemerintah Barat sangat serius dengan demokrasi, mereka seharusnya telah memangkas hubungan bisnis dengan Libya, khususnya di sektor energi sebelum tahun 2011.
Kekuasaan di Washington dan Brussel bisa mengkooptasi kekuatan oposisi. Mereka telah mendukung Qadhafi, tapi mereka tidak mengendalikannya atau rezimnya seperti mereka mengontrol Ben Ali di Tunisia dan Mubarak. Libya sangat berbeda ceritanya. Tujuan Washington dan Brussel adalah memperkuat kendali mereka atas Libya, baik melalui perubahan rezim atau perang saudara.
“Aksi menentang Qadhafi” kuat, sementara sebuah “gerakan oposisi” yang terorganisir belum terlalu kuat. Keduanya berbeda. Demokrasi juga tidak dijamin, karena sifat koalisi penentang Qadhafi juga terdiri dari para pejabat rezim yang korup.
Sekarang ada wacana tentang “intervensi kemanusiaan” di Libya, seperti halnya di Yugoslavia dan Iraq. Sebuah “zona larangan terbang” telah ditetapkan, sebagai bukti intervensi militer NATO. Tujuan dibalik pernyataan-pernyataan semacam itu bukanlah kemanusiaan, melainkan dimaksudkan untuk invasi dan pengendalian. Mereka datang untuk panen, Libya akan menjadi negara terjajah yang akan dijarah dan seluruh asetnya diprivatisasi dan dikontrol oleh perusahaan-perusahaan asing seperti yang terjadi pasca2003 di Iraq.
Sekarang ini di Libya dan dunia Arab, hantu Umar Mukhtar dan Shalahuddin masih hidup dan aktif. Hanya menyingkirkan Qadhafi dan putra-putranya saja bukanlah solusi. Seluruh sistem pemerintahan yang korup di Libya dan budaya politik yang korup harus dibekuk.
Namun pada saat yang bersamaan, campurtangan asing harus tidak boleh dibiarkan mencengkram Libya. Jika rakyat Libya dimobilisasi dan teguh, mereka bisa melawan makar semacam itu.*[Tamat]
Foto 1: Mutassim Qadhafi saat bertemu Hillary Clinton di Washington 21 April 2009
Foto 2: Lima dari tujuh putra Qadhafi, dari kiri ke kanan: Muhammad, Saif al-Islam, Saadi, Hannibal, dan Mutassim. Putra keenam dan ketujuh, Said Al-Arab dand Khamis, tidak sering terlihat dipublik.