Oleh: Muhammad Zulfikar Rakhmat
BEBERAPA hari belakangan ini, media disibukkan oleh pemberitaan tentang konferensi kedamaian yang akan diadakan di kota Jenewa, Swiss pada 22 Januari ini. Konferensi yang akan dihadiri sekitar 30 negara ini bertujuan untuk mencari solusi akan konflik di Suriah yang kian hari makin memburuk.
Namun melihat adanya beberapa masalah, konferensi ini sepertinya tidak akan membawa hasil yang memuaskan.
Asal Usul Konferensi Jenewa
Setahun setelah berlangsungnya konflik antara militer pendukung Bashar al Assad dan oposisi, Rusia dan Amerika berpendapat bahwa satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah di Suriah adalah melalui jalur politik.
Pada bulan Juni 2012, politisi dari Washington dan Moskow, bersama dengan politisi dari beberapa negara lain, mengadakan pertemuan di Jenewa yang menghasilkan the Geneva Communique (Komunike Jenewa). Dokumen ini merupakan titik acuan pembentukan badan transisi – yang disepakati oleh kedua belah pihak – di Suriah dengan kekuasaan eksekutif penuh yang akan mengawasi Pemilu dan perpindahan kekuasaan di Damaskus.
Sejak itu beberapa upaya telah dikerahkan dengan tujuan untuk mencari titik temu antara kedua belah pihak. Namun upaya-upaya ini telah gagal karena adanya perselisihan di masing-masing pihak tentang siapa yang harus mewakili mereka dalam pertemuan tersebut dan mengenai peran Assad pada masa yang akan datang.
Sejak Jenewa I diadakan, tidak ada hasil signifikan yang dapat dilihat di Suriah maupun di dunia internasional. Anggota militer Assad tetap saja melakukan penyerangan militer terhadap kampung-kampung, rumah sakit, dan klinik-klinik kesehatan. Bantuan makanan dan kesehatan pun masih susah untuk masuk ke Suriah, terutama di daerah yang susah dijangkau. Negara-negara seperti Amerika, Prancis, dan Inggris masih gagal untuk member sanksi ekonomi maupun politik terhadap pemerintah Assad.
Bagaimana Nasib Assad?
Beberapa bulan yang lalu, tepatnya pada November 2013, Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa, Ban Ki Moon mengumumkan akan diadakannya pertemuan lanjutan yang akan diselenggarakan pada 22 Januari ini. Ban Ki Moon menyatakan bahwa Jenewa II ini merupakan salah satu cara terjadinya transisi politik secara damai di Suriah yang akan memenuhi aspirasi warga Suriah.
Tujuan diadakannya Jenewa II adalah untuk mencapai kesepakatan antara pemerintah Assad dan oposisi dalam pelaksanaan Komunike Jenewa yang disepakati pada pertemuan Jenewa yang pertama.
Banyak yang menganggap bahwa Jenewa II merupakan cara terbaik untuk menyudahi pertumpahan darah di Suriah.Para diplomat dan politisi dari negara-negara superpower bahkan bersikeras bahwa tidak ada alternative untuk menyelesaikan masalah Suriah kecuali melalui pertemuan ini.
Namun kemungkinan berhasilnya pertemuan ini untuk mencari titik temu masih dipertanyakan. Kedua belah pihak masih berselisih mengenai peran Assad di masa yang akan datang. Pihak oposisi menginginkan Assad untuk segera mundur sedangkan pejabat rezim masih mempertahankan bahwa Assad harus memimpin setiap transisi politik di Suriah. Lebih lagi, masih ada kemungkinan bahwa Assad akan mencalonkan diri pada Pemilu tahun ini.
Lebih lagi, para peserta dalam konferensi ini pun tidak berharap untuk menemukan resolusi di Jenewa.Sekretaris Negara Amerika, John Kerry, telah menyatakan bahwa konferensi Jenewa bukanlah the end of the conflict namun merupakan the beginning of the peace process.
Yang lebih penting lagi ialah tidak adanya representative masyarakat sipil Suriah.Orang-orang di Suriah menginginkan adanya pelucutan senjata antara kedua belah pihak.Namun siapa yang akan mendorong aspirasi mereka dalam konferensi ini?
Selain itu, mengingat bahwa para komandan kelompok pejuang oposisi telah menyatakan bahwa mereka tidak akan terikat oleh hasil pertemuan, kemungkinan adanya gencatan senjata masih sangatlah kecil.
Walaupun pemerintah Assad telah mengumumkan kehadirannya dalam pertemuan tersebut, beberapa actor penting dalam konflik Suriah masih berselisih mengenai kehadiran mereka.
Perlu diingat bahwa seluruh keputusan penting diputuskan di Damaskus, jika tidak ada dari mereka yang hadir, maka para delegasi-delegasi yang terpilih tidak bisa memutuskan hal-hal penting dalam konferensi ini.Tanpa partisipasi seluruh pemeran penting dalam konflik ini, perdamaian akan tampak susah untuk dicapai.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Keterlibatan Iran
Tidak bisa dipungkiri partisipasi Iran dalam konferensi ini sangatlah penting.Selama ini Iran merupakan salah satu negara yang mendukung penuh Assad untuk tetap duduk dibangku kemimpinan di Damaskus.Menurut Iran hubungannya dengan Assad sangatlah penting demi menjaga hubungan baik dengan Hizbullah dan jatuhnya Assad dari kemimpinan akan melemahkan posisi Iran di kawasan Timur Tengah
Iran juga takut karena runtuhnya pemerintah Assad akan menguatkan posisi Saudi Arabia yang menurutnya dianggap membahayakan kelompok Syiah di Negara seperti Libanon dan Bahrain.
Oleh karenanya, jika Iran tidak ikut serta dalam konferensi ini, Iran akan terus member dukungannya kepada Rezim Assad dan konflik kemungkinan akan terus berlanjut.
Entah pertemuan ini akan berbuah hasil atau tidak, konflik di Suriah hanya dapat diselesaikan di Damaskus, bukan di Jenewa. Selama Assad tetap berkuasa, konflik di Suriah akan susah untuk diselesaikan.*
Penulis asisten peneliti di jurusan hubungan internasional dan politik Timur Tengah, Universitas Qatar