Oleh: Febi Rizki Ramadhan
Hidayatullah.com | SAAT ini, pandemi virus corona atau popular disebut COVID-19 sedang melanda dunia, tak terkecuali Indonesia. Ketika saya menulis artikel ini (22/3/2020), sudah terdapat 318.979 orang yang mengidap virus corona.
Di Indonesia sendiri, terdapat 514 kasus dengan tingkat kematian sebesar 48 orang. Angka ini tentu akan bertambah setiap harinya.
Ulama dan kaum Muslimin pun tidak tinggal diam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan larangan shalat berjamaah bagi umat Islam di tengah pandemi COVID-19.
Larangan ini termaktub dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2020. Fatwa MUI ini pun selaras dengan pandangan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Kementerian Agama Republik Indonesia. Dengan demikian, tulisan singkat ini berangkat dari renungan saya sebagai seorang Muslim yang selaras pula dengan jumhur ulama.
Islam memiliki pandangannya tersendiri tentang pandemi, relasi sosial antara sesama manusia, dan penggunaan akal manusia sebagai khalifatullah fil ardhi. Artikel ini akan membahas ketiga isu tersebut secara singkat, dan saya harap kita dapat sama-sama bertafakur, bertadabur, dan mengambil hikmah dari pandemi yang sedang kita hadapi.
Pertama, sejarah Islam menunjukkan bahwa kita tak seharusnya menganggap remeh pandemi dan epidemi. Hal ini dicontohkan pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, khususnya ketika wabah penyakit tha’un sedang terjadi sedang terjadi di Syam.
Umar bin Khattab melakukan diskusi dengan para sahabat, sehingga akhirnya Amr bin Ash mengeluarkan gagasan mengenai karantina berbasis kota. Dengan seizin Allah SWT, karantina berbasis kota ini ampuh untuk meredam wabah penyakit tha’un.
Sikap Umar bin Khattab dan Amr bin Ash dalam menanggapi wabah penyakit menunjukkan bahwa umat Islam haruslah strategis dalam mengambil tindakan. Dengan demikian, Islam tidak mengajarkan kita untuk berserah diri pada nasib mengenai sehat dan sakit, namun berikhtiar semampu kita dan berdo’a untuk memohon perlindungan Allah SWT dari pandemi. Hal ini selaras pula dengan sabda Rasulullah ﷺ :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ
Rasulullah ﷺ bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Kedua, Islam mengajarkan kita bahwa kita harus berbuat baik pada sesama manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 112 bahwa manusia harus senantiasa berpegang kepada tali Allah dan tali dengan manusia agar kita tidak diliputi kehinaan di mana saja kita berada:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُواْ إِلاَّ بِحَبْلٍ مِّنْ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَآؤُوا بِغَضَبٍ مِّنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُواْ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأَنبِيَاء بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah SWT dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah SWT dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah SWT dan membunuh Para Nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali Imran: 112)
Pada masa pandemi yang kita hadapi saat ini, salah satu bentuk dalam menerapkan nilai-nilai hablum minannas ialah dengan mencegah terjadinya penyebaran penyakit pada orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh para pakar kesehatan, mengurangi interaksi dan berdiam diri di rumah adalah sebagian dari tindakan yang dapat kita lakukan. Hal ini menjadi penting agar
Sebagaimana dinyatakan oleh para pakar kesehatan, terdapat sejumlah orang yang sangat rentan pada penularan virus korona: orang-orang lansia, orang-orang dengan masalah pada sistem kekebalan tubuh mereka (imunokompromis), dan orang-orang yang memiliki penyakit bawaan yang menjadikan mereka kian rentan pada penularan virus. Kita bisa saja merasa sehat wal’afiat. Kita pun bisa saja berpikir bahwa “COVID-19 ini tak ubahnya penyakit pilek dan flu.”
Akan tetapi, kita harus senantiasa mengingat bahwa bisa jadi kita tidak begitu rentan pada penyakit ini. Kita bisa saja terjangkit virus corona, tidak menyadarinya karena tidak mengalami gejala yang signifikan, dan menulari penyakit ini pada orang lain yang lebih rentan ketimbang kita.
Di titik ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk merenungkan tindakan apa yang Rasulullah ﷺ akan lakukan dalam situasi seperti pandemi COVID-19. Nabi Muhammad ﷺ sendiri bersabda: “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati orang yang lebih tua.” (Riwayat at-Tirmidzi).
Dengan mengacu pada Sunnah tersebut, kita dapat melihat bahwa Islam mengajarkan kita untuk selalu menyayangi dan menghormati orang lain.
Pada konteks pandemi COVID-19 yang menjadikan “orang yang lebih tua” semakin rentan pada dampak negatif dari penularan virus corona, menghormati mereka dapat dimaknai pula sebagai menjaga kesehatan orang-orang yang lebih tua daripada kita.
Godaan untuk keluar rumah tentu besar. Kita bisa saja berpikir bahwa memakmurkan masjid adalah hal yang baik untuk dilakukan meski pandemi sedang terjadi. Akan tetapi, penyebaran virus justru dapat terjadi pada tempat-tempat yang ramai dipadati oleh orang-orang, dan rumah Allah pun tidak menjadi pengecualian.
Pada masa pandemi seperti yang sedang kita alami ini, ukhuwah kita justru diuji oleh Allah. Apakah kita akan tetap memaksakan diri keluar rumah dan berkerumun, atau kita hendak mengecilkan ego dan berpikir tentang orang lain di sekitar kita?
Ketiga, kita harus senantiasa mengingat bahwa Allah SWT memberikan akal dan pikiran bagi manusia sebagai khalifatullah fil ardhi. Dengan demikian, kita seyogyanya menggunakan akal pikiran kita sebaik-baiknya agar kita tidak menyia-nyiakan pemberian Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT:
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِى تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ ٱلْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS: al-Baqarah: 164).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Islam dan nalar tidak berseberangan satu sama lain. Alih-alih memerintahkan kita untuk menihilkan akal, Allah SWT justru senantiasa mengingatkan kita untuk membaca tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah dengan menjadi kaum yang berpikir.
Fenomena alam yang terjadi di sekitar kita (termasuk keberadaan virus dan pandemi) merupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang harus kita pahami, renungkan, dan kita atasi bersama-sama.
Pada konteks pandemi yang sedang kita hadapi saat ini, menggunakan akal sebaik-baiknya berarti memikirkan langkah terbaik bagi diri kita dan orang-orang di sekitar kita. Mencegah penularan virus dengan berdiam diri di rumah, menegakkan ibadah di rumah, dan menyebarkan informasi yang benar dan akurat ialah sejumlah cara yang dapat kita laksanakan untuk tidak menyia-nyiakan akal pikiran yang diberikan oleh Allah SWT.
Pada akhirnya, sehat dan sakit ialah kuasa Allah. Kehidupan dan kematian bagi setiap manusia pun telah terpatri di lauhul mahfudz. Akan tetapi, kita harus senantiasa mengingat bahwa Islam mengajarkan kita untuk mengiringi doa dan tawakkal dengan usaha dan ikhtiar.
Mengambil langkah strategis terkait pencegahan penularan virus corona dengan rutin mencuci tangan, mengurangi aktivitas di luar rumah, dan melakukan isolasi diri ketika sakit merupakan cara yang dapat kita lakukan untuk memuliakan dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Kita juga harus mengingat bahwa kita memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan kebaikan pada sesama manusia, dan kita memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan gagasan tentang pencegahan penularan virus corona pada orang-orang di sekitar kita. Semoga kita dapat senantiasa sehat dan menjadi kaum yang berpikir. Wallahu a’lam bis-shawab.*
Mahasiswa doktoral di Northwestern University, Amerika Serikat